Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dilatarbelakangi kongres perempuan pertama di tanggal dan bulan yang sama 82 tahun yang lalu. Kongres itu dianggap sebagai momentum kebangkitan eksistensi perempuan yang sebelumnya dianggap hanya penguasa dapur sumur dan kasur.
Mungkin karena namanya Hari Ibu maka semakin kesini peringatan Hari Ibu menjadi makin mirip dengan perayaan Mother's Day yang dirayakan di sejumlah negara Eropa dan Timur Tengah pada bulan Maret, atau pada hari Minggu pekan kedua bulan Mei di Amerika. Acara Mother's Day di sana identik dengan puja-puji terhadap status keibuan, kado-kadoan, dan membebaskan ibu dari tugas rutinnya selama hari itu. Hal ini menjadi lucu ketika kita melihat bahwa latar belakang penetapan Mother's Day tidak bisa dilepaskan dari tradisi lampau pemujaan terhadap Dewi Rhea, ibu para dewa dalam mitologi Yunani. Jadi ada kesenjangan teramat jauh antara sejarah penetapan Hari Ibu dengan Mother's Day, karenanya maka keduanya -semestinya- berbeda.
Pada masa-masa awal penetapannyapun Hari Ibu dimaknai dengan menggugah semangat perempuan untuk lebih gencar meningkatkan kualitas diri, inteletual maupun moral.
Lepas dari itu, tentu manifestasi peringatan Hari Ibu yang sekarang diejawantahkan dalam buket bunga, kado (besar sekali peran industri konsumerialisme dalam 2 item ini), atau puisi-puisi indah di atas kartu atau status jejaring sosial(padahal ibunya tidak punya akun jejaring sosial sehingga tidak mungkin bisa membacanya) bukanlah hal yang buruk. Semua ajaran agama bahkan naluri paling dasar kemanusiaan kita sangat memuliakan status ibu.
Sebagai muslim yang sudah dianugerahi pedoman terlengkap sepanjang zaman, maka kita menyikapi Hari Ibu sebatas peringatan, bukan perayaan karena kita berhari raya hanya pada 3 kesempatan : Idul Fitri, Idul Adha, dan Hari Jumat (lihat: Majmu Fatawa). Karena ia sekedar peringatan maka tentu kita tidak bijak menyikapinya secara berlebihan seolah-olah ia adalah perayaan. Peringatan adalah sekedar momentum (karena didukung atmosfer yang sedang kondusif) untuk mereview kembali kewajiban-kewajiban kita terhadap ibu dan sebagai ibu. Itu substansinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar