menuju-Mu

Rabbana, diriku hanyalah setitik debu di hadapan keagunganMu.
Maka jagalah hati ini,
dari terlihat besar di mata manusia
namun kecil di mataMu
dari terasa baik di mata manusia
namun hina di mataMu
dari merasa benar di mata manusia
namun salah di mataMu
Jadikanlah aku lebih baik dari persangkaan diri dan orang lain

Selasa, 21 Februari 2012

Rasulullah Sebagai Suami

Rasulullah selain diutus untuk tauhid, juga mengemban agenda besar untuk menyempurnakan akhlaq. Dan memang ke sanalah muara, perjuangan, dan pembelajaran kita selama ini : akhlaqul karimah. Maka semestinya setiap pertambahan ilmu, setiap input yang kita dapat makin meningkatkan kualitas attitude kita. Karena pertambahan ilmu yang tidak melahirkan perbaikan/sesuatu yang nyata hanya akan menjadikan ilmu itu beban buat kita.

Maka seperti apakah yang disebut akhlaqul karimah itu? Tidak usah susah-susah menjawabnya. Akhlaqul karimah ialah akhlaq seperti Rasulullah . Maka setiap orang yang telh memutuskan bersyahadat, tugas selanjutnya adalah berusaha membuat dirinya semirip mungkin dengan Rasulullah. Conteklah Rasulullah dalam semua sisi kehidupannya.

Dan Rasulullah saw adalah yang terbaik akhaknya sehingga Allah subhanahu wa ta’ala memujinya:
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) …sungguh mempunyai akhlak yang Agung (‘azhiim).(QS. Al-Qalam : 5)

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)

Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya dan sebaik-baik kamu ialah yang paling baik kepada istrinya" (HR Tirmidzi)

“ Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian kepada keluargaku “ ( HR Imam Tirmidzi, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu hibban serta dishahihkan oleh Al- Albani )

"Tidaklah memuliakan perempuan kecuali orang yang mulia, dan tidaklah menghinakan perempuan kecuali orang yang hina." (HR.Ibnu Asakir).

Orang yang paling baik agamanya adalah yang terbaik akhlaknya dan orang yang terbaik akhlaknya adalah yang terbaik kepada isterinya. Betapa sulit menemukan lelaki sekomplit Rasulullah, ada lelaki sukses dalam kariernya, ia hebat bagi bawahannya, ia dikagumi rekan-rekan kerjanya, prestasi kerjanya diakui atasannya, tapi ternyata ia tidak sehebat itu sebagai suami. Ada lelaki yang sangat family man, perhatian dan sikapnya terhadap istri benar2 membuat iri, ia tahu cara membuat hati wanita tersanjung, seperti dongeng saja layaknya, tapi ternyata lemah dalam ibadah. Sholat saja kalau berkenan, apalagi ke mesjid. 

Maka tak ada yang lebih patut diteladani selain Rasulullah dalam semua sisi kehidupan termasuk peran beliau sebagai seorang suami. Itulah yang membuat Aisyah tertegun lama ketika ditanya “Apakah yang paling menakjubkan dari diri Rasulullah selama engkau menjadi istrinya?” Setelah menghela nafas, penuh haru dan berat Aisyah menjawab dengan jawaban singkat tapi dalam “Ah…semua pada dirinya menkjubkanku.” Subhanallah…

Pembahasan ini tidak untuk memprovokasi sehingga kita sebagai istri kemudian menilai-nilai suami, mengukur-ukur lalu akhirnya kecewa ketika mendapati suami kita ternyata tidak sedikitpunmendekati sosok Rasulullah sebagai suami. Karena memang sangat sulit menemukan lelaki komplit. Mengapa sulit? Karena kita juga bukan wanita yang komplit. Sebagaimana kata Rasulullah bahwa wanita itu dinikahi karena 4 perkara: kecantikannya, nasabnya, hartanya, dan agamanya.

Ada beberapa karakteristik Rasulullah saw yang mengemuka sebagai seorang suami:

Mesra

Kemesraan adalah buah cinta dan keindahan dalam berumah tangga. Kemesraan juga adalah salah satu cara mengekalkan keharmonisan rumahtangga, bahkan kemesraan adalah pancaran akhlak dan jiwa seseorang. Rasulullah sendiri adalah seorang pria yang sangat hangat dan mesra sikapnya pada istrinya.

Rasulullah Saw bersabda, "Dalam kemaluanmu itu ada sedekah."
Sahabat lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?."
Rasulullah menjawab, "Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala."
(HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Subhanallah, padahal bersikap mesra pada orang yang kita cintai itu tanpa diming-imingi pahala pun sudah pasti akan kita lakukan dengan senang hati. Dan ternyata sikap mesra kita pada pasangan dihargai Allah sama dengan sedekah. Dalam hadits di atas penyebutan jima’ karena ia sebagai puncak kemesraan, hubungan paling intim diantara dua orang yang saling mencintai. Tentu semua kemesraan-kemesraan dibawah jima’ seperti ciuman, pelukan, bahkan kata pujian untuk pasangan dinilai sebagai sedekah. Inilah sedekah yang paling mudah.

Aisyah ra mengisahkan: Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah saw dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau saw memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku: “Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau saw hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau saw memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata: “Inilah penebus kekalahan yang lalu!” (HR. Ahmad)

Mungkin terlihat sepele, dimana letak keromantisannya? Ingatlah, kehidupan Rasulullah itu nyata, tentu tidak tepat kalau kita mengukurnya dengan romantisme dongeng Romeo dan Juliet atau film2 masa kini. Kemesraan Rasulullah terhadap istri-istri beliau mungkin tidak romantis di mata tapi cobalah bayangkan jika itu terjadi pada kita, terasa manis bukan? Seorang pengemban amanah maha berat, risalah tauhid, tidak main-main tugas beliau: mengubah peradaban. Beban yang ditanggung beliau sangat berat, tugasnya amat banyak, musuh-musuhnya adalah orang2 terkeras penentangannya. Dan pengemban amanat itu masih menyempatkan dirinya untuk mengajak istrinya berlomba lari. Tujuan Rasulullah bukan untuk beradu cepat, tapi ia ingin tertawa bersama wanita yang dicintainya, beliau ingin Aisyah merasa dipentingkan, merasa dijadikan kawan. Manis, bukan?

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa ketika Rasulullah saw kembali dari peperangan Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy ra. Beliau saw mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi untuk melindungi Shafiyyah ra dari pandangan orang. Kemudian beliau duduk bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau persilakan Shafiyyah ra untuk naik ke atas unta dengan bertumpu pada lutut beliau.

Rasulullah juga pernah diceritakan tidur dalam satu selimut bersama isteri walaupun sedang haid. Waktu itu Aisyah yang sedang tidur bersama Rasulullah dalam satu selimut tiba2 bangkit. Rasulullah menanyakan mengapa Aisyah menjauh, Aisyah menjawab “Aku sedang haid ya Rasul.” 
Rasul menjawab “Berkainlah, lalu kembalilah kemari bersamaku”. 
Betapa indahnya hadits ini, Rasulullah seolah ingin menyatakan bahwa bagi beliau istrinya bukan hanya sekedar tempat menyalurkan kebutuhan. Yang didekati dan dimesrai jika hanya berhasrat saja, Rasulullah sangat bijak mengartikan kemesraan. Banyak lelaki yang kalau istrinya haid seolah-olah ia melupakan istrinya. Istripun begitu, mentang-mentang haid merasa aman tidak mandi seharian, malas sekedar berbedak, wajah dipenuhi masker seharian karena merasa tak perlu wudhu sehari 5x. 

Rasulullah juga biasa mandi bersama dari satu bejana bersama istrinya seperti yang pernah diriwayatkan oleh Aisyah. Aisyah juga menceritakan bahwa tangan mereka berdua kadang bersama-sama masuk ke dalam bejana menciduk air. Aisyah juga biasa menyisir atau menyikat rambut Rasulullah. Mereka juga biasa minum dari gelas yang sama, bahkan saat Aisyah minum Rasulullah seringkali berganti meminumnya dan meletakkan bibir beliau di bekas Aisyah meletakkan bibirnya.
Rasulullah juga diriwayatkan adalah seorang laki-laki yang banyak memberikan ciuman sayang pada istri-istrinya. Bahkan beliau tetap mencium istrinya saat puasa maupun berwudhu. Nah, mencium istri pada saat berpuasa dan berwudhu itu berarti Rasulullah itu bukan seorang picik yang mengidentikan ciuman hanya jika ingin berhubungan intim. Ciuman tanda sayang itu memang terasa lebih manis karena terasa lebih tulus, bukan begitu?

Rasulullah juga biasa berbaring dipangkuan istrinya sambil membaca alquran, beliau pun suka memanggil istrinya dengan panggilan-panggilan mesra dan menyanjung seperti Aisyah yang dipanggilnya Humaira atau pipi yang kemerah2an. Untuk memuliakan Aisyah beliau juga sering memanggil Aisyah dengan sebutan “Wahai putri Abu Bakar” karena di kalangan masyarakat Arab sungguh suatu kehormatan jika seseorang dipanggil dengan dinisbahkan pada nasabnya yang mulia. Bahkan sampai sekarang putra orang-orang besar atau tokoh terkenal biasanya dipanggil dengan nama ayahnya ditambah dengan junior seperti John F.Kennedy junior dll.
Rasulullah juga senang memberi hadiah kepada istri-istrinya. Beliau adalah orang yang paling dermawan kepada setiap orang maka tentu tidak mengherankan ketika sikapnya lebih dermawan kepada istri-istrinya.

 Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamsh, ia berkata, "Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menikah dgn Ummu Salamah, Baginda bersabda kepadanya, ”Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku menduga hadiah itu akan di kembalikan. Jika hadiah itu memang di kembalikan kepadaku, aku akan memberikanya kepadamu." Dia (Ummu Kaltsum) berkata,"Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yg di sabdakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan hadiah tersebut di kembalikan kpd Baginda, lalu Baginda memberikanya kepada masing-masing isterinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut Baginda berikan kepada Ummu Salamah." (Hadis Riwayat Ahmad)

 Setia
 
Lelaki itu memang memiliki karakter berbeda dengan wanita, itulah ketentuan-Nya untuk menguji hamba-hambaNya. Lelaki memandang hubungan biologis sebagai semata aktivitas fisik sedangkan wanita lebih memandangnya sebagai aktivitas emosional. Dengan karakternya yang seperti ini tentu wajar jika lelaki lebih mudah terbangkitkan hasratnya daripada wanita. 

Rasulullah pun begitu. Yang membedakannya adalah ketika tergoda atau terbangkitkan Rasulullah mendatangi istrinya. Mungkin resep ini bisa ditiru oleh para suami zaman kini. Mungkinkah? Tentu, karena sungguh nafsu itu hanya terlihat besar pada awalnya. Kalau kita analogikan, ketika melihat sate kambing yang sangat menggoda selera tentu kita jadi lapar, terbit hasrat kita untuk menyantapnya, rasanya air liur tak tertahan, berdecap-decap lidah kita ingin menyantapnya. Tapi coba pulang ke rumah, makanlah hidangan di rumah walaupun mungkin tak selezat sate kambing, saat kenyang, maka hasrat terhadap sate kambing tadi bisa jadi hilang sudah, atau setidaknya tak sebesar ketika pertamakali kita merasaan tadi.

Dari Jabir, sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu Baginda masuk ke tempat kediaman Zainab, untuk melepaskan keinginan Baginda kepadanya, lalu keluar & bersabda, "Wanita kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa syaithan.......apabila seseorang di antara kamu melihat wanita yang menarik, hendaklah ia mendatangi isterinya karena pada diri isterinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu." (Hadis Riwayat Tirmizi).

Sabar
     
Nabi saw biasa memicit hidung Aisyah jika dia marah dan Baginda berkata, "Wahai Uwaisy, bacalah doa: 'Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku dan lindungilah diriku dari fitnah yg menyesatkan." (Hadis Riwayat Ibnu Sunni).

Istri-istri Rasulullah itu adalah wanita-wanita yang derajat keimanannya, ibadahnya, dan amalnya begitu tinggi di luar yang bisa kita bayangkan. Para ummul mukminin adalah wanita-wanita terbaik yang tak akan pernah ada yang lebih baik sampai nanti akhir zaman. Tapi, di atas semua itu, mereka sebagaimana Rasulullah juga seorang manusia. Mereka marah, cemburu, dan semua sifat-sifat manusia yang khas juga pernah mereka alami. Dan Rasulullah sebagai suami adalah seorang yang sangat sabar dan pandai memadamkan kemarahan istrinya dengan cara yang sangat menyejukkan. Kesabaran tidak berarti Rasulullah saw  menganggap sepele kesalahan yang diperbuat oleh salah satu dari istri. Beliau pasti meluruskan dengan cara yang baik. Diriwayatkan dari Aisyah:

 “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih baik di dalam membuatkan masakan, selain Shafiyah. Ia membuatkan hidangan untuk Rasulullah saw di rumahku. Seketika saya cemburu dan membanting piring beserta isinya.” Saya menyesal, seraya berkata kepada Rasulullah saw. “Apa kafarat atas perilaku yang saya lakukan?” Rasulullah saw menjawab: “Piring diganti piring, dan makanan diganti makanan.”

ketika berada di rumah Aisyah, Rasulullah mendapat hadiah makanan yang dikirimkan oleh istrinya yang lain yaitu Shafiyah. Aisyah yang melihat ini sangat marah karena cemburu, diambilnya mangkuk dari Saudah itu dan dilemparnya ke tanah sampai pecah. Apa yang dilakukan Rasulullah? Beliau tanpa berkata sepatah katapun berjalan ke belakang dan mengambil mangkuk baru milik Aisyah lalu diberikannya pada si pengantar makanan untuk diserahkan pada Shafiyah.
                                                                                                                                        
Rasulullah saw. menjadi pendengar yang baik. Beliau memberi kesempatan kepada istri-istrinya kebebasan untuk berbicara. Namun beliau tidak toleransi terhadap kesalahan sekecil apa pun. Aisyah berkata kepada Nabi setelah wafatnya Khadijah ra.:

“Kenapa kamu selalu mengenang seorang janda tua, padahal Allah telah memberi ganti kepadamu dengan yang lebih baik.” Maka Rasulullah saw marah, seraya berkata: “Sunggguh, demi Allah, Allah tidak memberi ganti kepadaku yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku ketika manusia mengingkariku. Ia menolongku ketika manusia memusuhiku. Saya dikaruniai anak darinya, yang tidak Allah berikan lewat selainnya.”

Demikianlah Rasulullah bersikap ketika ada perkataan istrinya yang dirasa beliau kurang pantas. Rasulullah marah dengan santun, tidak dengan nada-nada tinggi, perasaan yang meluap-luap, apalagi sampai menggebrak meja atau melempar piring. Rasulullah cukup melukiskan kemarahan atau ketidaksukaannya dengan diam atau kata-kata yang berbobot dan tetap dingin.

Ringan tangan dalam pekerjaan rumah tangga

“Pelayanan mu untuk istrimu adalah sedekah.”

Keberadaan Rasulullah Saw sebagai pemimpin tiap hari tersibukkan dengan beragam persoalan umat mengurusi dan membimbing mereka bukanlah menjadi alasan beliau untuk tidak meluangkan waktu membantu istri di rumah. Bahkan didapati beliau adalah orang yang perhatian terhadap pekerjaan di dalam rumah sebagaimana persaksian Aisyah ra ketika ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah saw di dalam rumah.

Bukan hal aneh bahwa Rasulullah melayani dirinya sendiri, bahkan beliau memerah susu kambing sendiri untuk diminumnya. Beliau juga pernah menjahit sendiri sandalnya yang robek. Maka sungguh konyol ketika orang-orang di luar Islam-orang orang non muslim- yang mempropagandakan bahwa Islam itu agama yang tidak menghargai wanita, Islam meletakkan wanita dalam posisi sebagai semata pelayan laki-laki. Wanita Islam itu terjajah selera modenya karena harus menutup aurat sedemikian rupa, wanita Islam sungguh teraniaya karena mereka boleh dipoligami, wanita Islam diperlakukan tidak adil karena mereka hanya berhak atas separuh warisan dibanding bagian warisan lelaki. Justru poligami itu menghormati kita kaum wanita, dalam kasus-kasus tertentu dimana seorag lelaki memang benar-benar membutuhkan wanita kedua, maka Allah menyelamatkan kita dari bercampurnya kita dengan wanita-wanita pinggir jalan, wanita-wanita tuna susila, wanita-wanita selingkuhan yang tidak terjaga kehormatan dan kebersihannya. 

Warisan wanita yang Cuma separuh bagian lelaki itu adalah murni hak kita, harta pribadi kita, suami pun tidak berhak menggunakan tanpa seizin kita. Tapi warisan lelaki tentu istrinya juga berhak menggunakannya karena nafkah keluarga sepenuhnya tanggung jawab suami. Jilbab yang katanya mengungkung kebebasan kita adalah justru lambang kebebasan kita dari penjara bernama mode itu. Betapa lelahnya mengikuti mode itu, belum lunas cicilan baju model Luna Maya, sudah keluar lagi baju model Ayu ting-ting. Maka mode Allah itu Cuma satu, kekal, dan ngetrend selamanya..tutup aurat, selesai. Apalagi kalau pakai model gamis (yang namanya jilbab-jalabib-itu kan maksudnya baju terusan panjang) wah bisa hemat sepanjang masa, dari gadis sampai hamil 3 kali asal tidak robek tentu masih muat.

Dari Aisyah r.a, dia berkata."Aku pernah tidur bersama Rasulullah saw di atas satu tikar ketika aku sedang haid. Apabila darah ku menetes di atas tikar itu, Baginda mencucinya pada bagian yang terkena tetesan darah dan baginda tidak berpindah dari tempat itu, kemudian beliau sembahyang di tempat itu pula, lalu Baginda berbaring kembali di sisiku. Apabila darah ku menetes lagi di atas tikar itu, Baginda mencuci pada bagian yang terkena tetesan darah itu saja dan tidak berpindah dari tempat itu, kemudian baginda pun sembahyang di atas tikar itu.." (Hadis Riwayat Nasai).

Pengertian

Sifat penuh pengertian kelembutan kesabaran dan mau memaklumi keadaan istri amat lekat pada diri Rasul. Aisyah ra berbagi cerita tentang kasih sayang dan pengertian beliau

“Rasulullah Saw masuk ke rumahku sementara di sisiku ada dua budak perempuan yg sedang berdendang dgn dendangan Bu’ats2. Beliau berbaring di atas pembaringan dan membalikkan wajahnya. Saat itu masuklah Abu Bakr. Ia pun menghardikku dgn berkata ‘Apakah seruling setan dibiarkan di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Rasulullah Saw menghadap ke arah Abu Bakr seraya berkata ‘Biarkan keduanya’. Ketika Rasulullah telah tertidur aku memberi isyarat kepada kedua agar menyudahi dendangan dan keluar. Kedua pun keluar.”
“Biasa pada hari raya orang2 Habasyah bermain perisai dan tombak . Aku yg meminta kepada Nabi Saw dan beliau sendiri menawarkan dgn berkata ‘Apakah engkau ingin melihat permainan mereka?’ ‘Iya’ jawabku. Beliau pun memberdirikan aku di belakang, pipiku menempel pada pipi beliau. Beliau berkata: ‘Teruskan wahai Bani Arfidah’ Hingga ketika aku telah jenuh beliau bertanya ‘Cukupkah?’ ‘Iya’ jawabku. ‘Kalau begitu pergilah’ kata beliau.”

Begitu pengertiannya Rasulullah akan jiwa Aisyah yang masih muda dan khas wanita. Sampai-sampai beliau menahan Bani Arfidhah dengan permainannya, ketika Aisyah telah puas, barulah orang-orang itu diperbolehkan pergi. Padahal mungkin Rasulullah telah merasa cukup sejak awal tapi ia menunggu Aisyah memuaskan hatinya.
Karakter lelaki dan wanita yang berbeda terkadang membutuhkan pengertian yang tidak sedikit satu sama lain untuk bisa saling memuaskan, dengan kata lain pengorbanan. 

Saat belanja wanita lebih banyak menghabiskan waktu untuk memilih daripada membeli, hal ini sungguh tidak masuk akal bagi karakter praktis lelaki. Maka pengorbanan laki-laki untuk memahami dan sedikit menuruti karakter wanita yang seperti ini menunjukkan penghargaan dan kasih sayang yang luar biasa.

Sebagaimana kita tahu rumah tangga Rasulullah itu terdiri dari banyak istri. Para ummul mukminin datang dari latar belakang budaya yang berbeda (ada Maimunah binti al Harits yang berasal dari Mesir, Saudah yang kaum Quraisy), usia yang beragam(ummu salamah yang janda beranak 4, Aisyah yang gadis yang masih teramat muda), dan tentu saja sifat dan karakter yang bermacam-macam. Bayangkanlah, rumah tangga dengan seorang istri saja seringkali terjadi benturan antar perbedaan selera sampai perbedaan prinsip, maka bagaimana dengan 9 orang istri? Benturan dan gesekan bukan tak pernah ada, justru cara Rasulullah mengatasi persoalan rumah tangganya menjadi sumber rujukan umat ini dalam menghadapi persoalan rumah tangganya sendiri. Hal yang paling mengemuka tentu adalah kecemburuan, dan Rasulullah sudah mengantisipasi hal ini dengan berkeliling setiap hari mengunjungi istri-istrinya, dan membelai serta mengakrabi mereka.
 
"Adalah Rasulullah saw tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti mengelilingi kami semua (isterinya) seorang demi seorang. Baginda menghampiri dan membelai kami tetapi tidak bersama sehingga Baginda singgah ke tempat isteri yang menjadi giliran Baginda, lalu Baginda bermalam di tempatnya." (Hadis Riwayat Ahmad).

Humoris

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Segala sesuatu yang tidak terdapat di dalamnya dzikir (ingat) kepada Allah, maka itu adalah permainan yang melalaikan kecuali empat perkara: berlatih menunggang kuda, mencumbu istrinya dan mengajar (belajar) renang”.(HR Ath- Thabrani dengan sanad jayyid)

Menurut Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, bercanda dan bermesraan dengan isteri adalah IBADAH. Jika istirahat bisa memulihkan kondisi fisik yang lelah maka canda tawa itu bisa menyegarkan hubungan antara suami istri. Jalinan kebersamaan yang mulai longgar oleh beban hidup yang makin bertambah bisa dieratkan lagi oleh canda tawa.

Bahkan ketika Jabir menikahi seorang janda Rasulullah mempertanyakan mengapa tidak menikahi seorang gadis saja sehingga bisa saling menggoda dan bercanda. Bukan berarti janda itu tidak bisa bercanda atau digoda, maksud Rasulullah itu adalah berdasarkan keumuman bahwa biasanya wanita-wanita yang telah matang mungkin sudah tidak punya gairah untuk bercanda karena pkirannya telah dipenuhi oleh hal-hal serius saja.

Memang Rasulullah mengingatkan bahwa banyak tertawa itu tidak baik bagi hati, tapi larangan ini bersifat umum sedangkan dalam dalam rumah tangga bercanda bersama pasangan justru akan makin mengeratkan keakraban diantara kedua pasangan

Menjaga kebersihan

Rasulullah saw mengetahu betul kebutuhan sorang wanita untuk berdandan di depan laki-lakinya, begitu juga laki-laki berdandan untuk istrinya. Adalah Rasulullah saw paling tampan, paling rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya agar berhias untuk istri-istri mereka dan menjaga kebersihan dan kerapihan. Rasulullah saw bersabda:

“Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il tidak melaksanakan hal demikian, sehingga wanita-wanita mereka berzina.

Terkadang karena merasa pasangan telah menjadi orang yang paling dekat dengan kita, sudah paham baik buruknya kita, kita sering merasa tidak perlu lagi menjaga penampilan di depan suami, atau sebaliknya terutama lelaki, kebanyakan setelah menikah lelaki yang memang secara fitrah kurang perhatian pada hal-hal penampilan diri menjadi bertambah parah setelah menikah. Semestinya mereka berkaca kepada suami teladan sepanjang masa, suami teladan yang berakhlaq Quran: Rasulullah saw.

 Rasulullah senang memakai wewangian bahkan menurut Aisyah Rasulullah juga memakai wewangian pada bagian yang paling pribadi. Untuk seorang suami, menjaga penampilan itu bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk menjaga perasaan istrinya. Karena sebenarnya wanita itu fitrahnya tertarik pada yang indah-indah dan tentu tak ada keindahan yang beraroma tidak enak. Betapa kasihannya seorang istri yang sejak menikah ia memang harus menjadikan suaminya satu-satunya lelaki yang boleh berinteraksi akrab dan satu-satunya lelaki itu ternyata makin lama berubah makin tidak mengenakkan mata dan hidung.

Kata Anis Matta, cinta itu dibangun oleh kebaikan pasangan. Maka proses mencintai itu tidak pernah berhenti sepanjang pernikahan. Rasa cinta itu dapat surut oleh keburukan dan kelemahan pasangan yang terbuka satu demi satu, dan cinta itu menguat oleh kebaikan-kebaikan yang kita temukan satu persatu pada pasangan kita. Maka pernikahan yang berhasil ialah pernikahan yang suaminya atau istrinya tidak pernah berhenti melakukan perbaikan-perbaikan diri, karena itu berarti ada cukup bahan bakar untuk terus menyalakan api cinta.

Aisyah berkata, "Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila meminyaki badannya, baginda akan memulai dari auratnya menggunakan nurah (sejenis serbuk pewangi) dan isterinya baginda meminyaki bagian lain tubuh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.” (Hadis Riwayat Ibnu Majah).

Dari Aisyah r.a, beliau berkata, "Saya meminyaki badan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pd hari Raya 'Aidil Adha' setelah beliau melakukan jumrah aqabah." (Hadis Riwayat Ibnu 'Asakir).

Adil

Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan perilaku adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal, termasuk sesuatu yang remeh dan sepele. Beliau adil terhadap istri-istrinya dalam pemberian tempat tinggal, nafkah, pembagian bermalam, dan jadwal berkunjung. Beliau ketika bertandang ke salah satu rumah istrinya, setelah itu beliau berkunjung ke rumah istri-istri beliau yang lain.

Soal cinta, beliau lebih mencintai Aisyah dibanding istri-istri beliau yang lain, namun beliau tidak pernah membedakan Aisyah dengan yang lain selamanya. Meskipun di sisi lain, beliau beristighfar kepada Allah swt karena tidak bisa berlaku adil di dalam membagi cinta atau perasaan hati kepada istri-istrinya, karena persoalan yang satu ini adalah hak prerogatif Allah swt. saja. Rasulullah saw. bersabda:

“Ya Allah, inilah pembagianku yang saya bisa. Maka jangan cela aku atas apa yang aku tidak kuasa.”

Ketika beliau dalam kondisi sakit yang menyebabkan maut menjemput, beliau meminta kepada istrinya yang lain agar diperkenankan berada di rumah Aisyah. Bahkan ketika beliau mengadakan perjalanan atau peperangan, beliau mengundi di antara istri-istrinya. Siapa yang kebagian undian, dialah yang menyertai Rasulullullah.

Mendengar dan menghargai pendapat istri

Rasulullah saw mengajak istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya.

Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki. Allah swt berfirman:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah:228)

Adalah pendapat dari Ummu Salamah ra pada peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan serta-merta menjalankan perintah Nabi saw, padahal sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin.

Istri-istri Rasulullah saw memberi masukan tentang suatu hal kepada Nabi, beliau menerima dan memberlakukan mereka dengan lembut. Beliau tidak pernah memukul salah seorang dari mereka sekali pun. Belum pernah terjadi demikian sebelum datangnya Islam. Perempuan sebelum Islam tidak punya hak bertanya, mendiskusikan dan memberi masukan apalagi menuntut.

Umar ra berkata:“Saya marah terhadap istriku, ketika ia membantah pendapatku, saya tidak terima dia meluruskanku. Maka ia berkata; “Mengapa kamu tidak mau menerima pendapatku, demi Allah, bahwa istri-istri Rasulullah memberi pendapatnya kepada beliau, bahkan salah satu dari mereka ngambek dan tidak menyapanya sehari-semalam. 
Umar berkata; “Saya langsung bergegas menuju rumah Hafshah dan bertanya: “Apakah kamu memberi masukan kepada Rasulullah saw? 
ia menjawab: Ya. 
Umar bertanya lagi, “Apakah salah seorang di antara kalian ada yang ngambek dan tidak menegur Rasul selama sehari-semalam? 
Ia menjawab: Ya. 
Umar berkata: “Sungguh akan rugi orang yang melakukan demikian di antara kalian.”

Rumah tangga adalah sebuah bahtera, suamilah yang menentukan arah berlayarnya. Dan kita memang harus menaatinya. Tapi suami yang baik tentu akan selalu meminta pendapat jamaahnya, pendapat penumpang kapalnya, karena ketika terjadi sesuatu dengan kapal itu tentu bukan hanya sang suami yang merasakan dampaknya tapi seluruh penumpang kapal tersebut. Tentu sebagai wanita akan merasa sangat dihargai dan dihormati keberadaannya ketika pendapat kita didengarkan, ketika suara kita diperhitungkan, walaupun memang suamilah sebagi qowwam yang akhirnya menjadi pengambil keputusan.
Wallahu 'alam


                                                                                                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar