Hari ini mari kita lupakan sejenak status kita sebagai orang tua. Mari kita hayati diri kita sebagai anak. Yang pasti kita sudah lebih lama menjadi anak daripada sudah menjadi orangtua kan?. Dan sampai detik ini, kira-kira anak macam apakah kita di mata orang tua kita. Anak model apakah kita di hadapan Allah? Apakah kita masuk dalam golongan anak-anak yang berbakti? Yang menjadi penyejuk mata? Yang menjadi kebanggaan dan harapan bapak ibu kita? Ataukah kita justru termasuk dalam golongan anak-anak yang menyia-nyiakan hak orangtua? Yang dilaknat Allah karena justru lebih banyak membuat bapak ibu kita menangis dan terluka?
Kata Ibnu Abbas ra ada 3 ayat Al Quran yang turunnya diiringi oleh 3 ayat yang lain. Berpasang-pasangan. Dan masing-masingnya tidak dapat diterima kecuali ia bersama pasangannya.
Pertama, sholat dan zakat :“ …dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat…” (QS. al Baqarah:43)
Kedua, taat Allah dan taat Rasul :“Katakanlah,’Taat kepada Allah dan taatlah kepada Rasul…’”(QS. an Nur:54)
Dan yang ketiga, Allah dan ibu bapak :“Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu.” (QS. Luqman:14)
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada ibu-bapakmu.”(QS. an Nisa’:36)
“Dan Rabbmu sudah memerintahkan supaya kamu semua jangan menyembah kecuali kepadaNya, dan supaya berlaku baik terhadap bapak ibumu.”(QS. al Isra’:23)
Maka syukurmu kepada Allah itu hanya bernilai ketika engkau juga bersyukur pada kedua orangtuamu. Bahkan di dua ayat terakhir Allah menyandingkan berbuat baik pada orangtua itu dengan tauhid. Tauhid itu adalah jantungnya dien ini, saudaraku. Ia adalah pondasi dimana diatasnya kita membangun ibadah dan pengabdian kita pada Allah. Yang membedakan amal kita dengan amal orang non muslim. Yang membuat sumbangan 100 rupiah kita mengantar kita ke surga tapi 1 milyar sumbangan mereka tak mengantar kemana-mana. Tauhid. Subhanallah, betapa tingginya kedudukan orangtua kita.
Berbakti kepada orangtua itu tidak mudah. Di setiap fase hidup kita, ada tantangannya sendiri, yang harus kita hadapi demi tercatat sebagai anak yang berbakti. Dulu saat masih berseragam merah putih ( Anda semua tidak langsung setua sekarang kan?), betapa sulit melihat ibu sebagai sosok wanita menyenangkan. Mungkin di benak kita beliau adalah seorang wanita yang menjengkelkan karena menyuruh kita belajar tiap malam, memaksa kita tidur siang padahal di sekolah sudah sepakat akan main di rumah seorang teman, Bapak begitu menakutkan karena selalu memukul pantat kita kalau kita ketinggalan sholat, padahal sholat itu kan capek, 5 kali sehari tiap hari sampai mati, bosan ah.
Saat kita remaja, ternyata urusan bakti ini tidak juga bertambah mudah. Ibu jadi tiba-tiba terasa bawel dan nggak gaul gitu loh…masak aku disuruh pakai baju model emak-emak, masak ketawa cekikikan saja diceramahinya 2 jam. Bapak pun begitu, hari gini anak sma dikasih uang saku seribu? Hape pun tetap saja yang bunyinya cuma bisa tut-tut.
Begitulah saudaraku…
Berbakti pada orang tua itu adalah pekerjaan sepanjang usia. Bahkan hingga kini kita sendiri telah menjadi orangtua, rasanya kita masih merasakan beratnya menjaga diri untuk tetap di atas koridor anak berbakti. Seringkali kita merasa orangtua terlalu jauh memasuki ranah privasi kita sebagai seorang istri dan ibu yang telah memiliki keluarga sendiri. Seringkali kita merasa dituntut berlebihan dalam hal finansial padahal rumah tangga kita belum mapan-mapan amat. Saya percaya, bagi setiap orang, kewajiban berbakti pada orangtua mereka masing-masing memiliki bentuknya sendiri, memiliki tantangannya sendiri. Maka pada kesempatan kali ini mari kita kembali merenungi status ke’anak’an kita. Seperti apa kualitas kita sebagai ‘anak’. Mari kita belajar lagi tentang ilmu menjadi anak.
Semua perbuatan baik kepada orangtua itu namanya birrul walidain, dan birrul walidain ini hukumnya wajib. Seperti apapun kondisinya, baik orangtua kita hidup atau mati, orangtua kita muslim atau musyrik, sepanjang kita masih manusia normal yang lahir dari rahim seorang wanita yang dibuahi oleh sperma laki2 maka tidak bisa tidak kita memiliki kewajiban untuk birrul walidain.
Tahukah engkau wahai saudaraku yang dirahmati Allah, ada banyak keutamaan luar biasa yang akan kau dapatkan jika melaksanakan birrul walidain ini. Diantaranya:
1. Penebus dosa besar
Ibnu Abbas ra pernah didatangi seorang laki-laki. Laki-laki itu bercerita
“ Ya Ibnu Abbas, aku sudah meminang seorang wanita dan ia menolak pinanganku. Kemudian datang lelaki lain meminangnya dan dia menerimanya. Sungguh sakit hatiku, dan aku benci sekali pada wanita itu hingga aku membunuhnya. Apakah masih ada jalan untukku bertaubat?
Ibnu Abbas menjawab dengan sebuah pertanyaan
“Apakah ibumu masih ada?”
“Tidak lagi, ya Ibnu Abbas”
Kembali Ibnu Abbas menjawab “Bertaubatlah langsung kepada Allah dan dekatkan dirimu kepadaNya sekuat tenagamu.”
Maka pulanglah laki-laki itu. Seorang teman yang kebetulan mendengarkan percakapan itu penasaran dan bertanya pula pada Ibnu Abbas
“Ya Ibnu Abbas, mengapakah kau bertanya tentang ibunya?”
Apa jawab Ibnu Abbas?
“Aku tidak pernah tahu pekerjaan apa yang paling dekat dengan Allah kecuali berbakti kepada ibu.”
Hidup ini kadang membawa kita ke banyak kesalahan dulu sebelum sampai pada kebenaran, banyak saudara kita harus tersesat dulu sebelum menemukan keinsyafan. Dan kadang memang dosa masa lalu itu begitu menghantui. Beruntunglah ketika saat ini kita masih punya orangtua, karena berbuat baik pada orang tua bisa jadi penebus dosa. Maka jangan sia-siakan kesempatan ini, muliakanlah orangtua sekuat tenaga karena selain memang ada pahala bear yang dijanjikan Allah, kita juga berharap semoga dengan bakti kita Allah akan menghapus catatan dosa-dosa kita.
2. Dipanjangkan umur
“Dari Mua’dz bin Jabal ra, dia berkata: Rasulullah bersabda ‘Barangsiapa yang berbakti kepada ibu bapaknya maka berbahagialah karena Allah akan menambah usianya.” (HR. Abu Yu’la, At Thabarani, Al Ashbahani, dan Al Hakim)
Bertambahnya usia menurut sebagian ulama memang bisa bertambah secara harfiah, artinya memang ia bertambah secara kuantitas. Sebagian juga mengatakan bahwa usia kita akan ditambah barokahnya, bertambah secara kualitas. Jatah usianya tetap 60 tahun misalkan, tetapi karena kita termasuk anak yang berbakti pada orangtua, maka 60 tahun jatah kita itu begitu penuh barokah sehingga setiap tarikan nafasnya, setiap harinya, setiap tahunnya begitu penuh catatan amal shalih. Sampai-sampai mungkin catatan buku kebaikan kita lebih tebal dari dari buku orang yang jatah usianya 100 tahun. Apapun itu, arti dari dipanjangkan umur adalah semata-mata kebaikan. Bukankah waktu hidup kita di dunia ini adalah hal yang sangat berharga? Ia berarti kesempatan untuk menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya. Dan normalnya, makin lama waktu persiapan itu insya Allah makin banyak yang bisa kita siapkan
3. Dilapangkan rizqi
“Kalau seorang hamba enggan mendoakan orangtuanya maka rizkinya akan sempit.” (HR. al Hakim dan ad Dailami)
Kesehatan adalah rizki, uang adalah rizki, ilmu adalah rizki, anak-anak adalah rizki, bahkan ibadah adalah rizki. Alangkah nikmatnya hidup kita ketika Allah melapangkan rizki kita. Jasmani yang sehat dan bugar, pasangan yang sholeh sholehah, uang yang barokah, ilmu yang manfaat dan berbuah amal, anak-anak sehat sholih. Insya Allah dimudahkan semua itu untuk kita ketika kita berbakti pada orangtua. It’s simple but sure. Mudah dan jelas balasannya.
4. Masuk surga dari pintu paling utama
Ketika ibu dari Iyas bin Muawiyah wafat, Iyas meneteskan air mata tanpa meratap, lalu beliau ditanya tentang sebab tangisannya, jawabnya, "Allah bukakan untukku dua pintu masuk surga, sekarang, satu pintu telah ditutup."
Begitulah, orangtua adalah pintu surga, bahkan pintu yang paling tengah di antara pintu-pintu yang lain.
Begitulah, orangtua adalah pintu surga, bahkan pintu yang paling tengah di antara pintu-pintu yang lain.
Rasulullah saw bersabda,"Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah, terserah kamu, hendak kamu terlantarkan ia, atau kamu hendak menjaganya." (HR Tirmidzi)
Al-Qadhi berkata," Maksud pintu surga yang paling tengah adalah pintu yang paling bagus dan paling tinggi. Dengan kata lain, sebaik-baik sarana yang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga dan meraih derajat yang tinggi adalah dengan mentaati orangtua dan menjaganya."
Bersyukurlah jika kita masih memiliki orangtua, karena di depan kita ada pintu surga yang lebar menganga. Terlebih bila orangtua telah berusia lanjut. Dalam kondisi tak berdaya, atau mungkin sudah pelupa, pikun atau tak mampu lagi merawat dan menjaga dirinya sendiri, persis seperti bayi yang baru lahir.
Rata-rata manusia begitu antusias dan bersuka cita tatkala memandikan bayinya, mencebokinya dan merawatnya dengan wajah ceria. Berbeda halnya dengan sikapnya terhadap orangtuanya yang kembali menjadi seperti bayi. Rasa malas, bosan dan kadang kesal seringkali terungkap dalam kata dan perilaku.
Mengapa? Mungkin karena ia hanya berorientasi kepada dunia, si bayi bisa diharapkan nantinya produktif, sedangkan orang yang tua renta, tak lagi diharapkan kontribusinya.
Andai saja kita berorientasi akhirat, sungguh kita akan memperlakukan orangtua kita yang tua renta dengan baik, karena hasil yang kita panen lebih banyak dan lebih kekal.
sungguh terlalu, orang yang mendapatkan orang tuanya berusia lanjut, tapi ia tidak masuk surga, padahal kesempatan begitu mudah baginya.
Nabi Muhammad saw bersabda, "Sungguh celaka... sungguh celaka... sungguh celaka..", lalu dikatakan, "Siapakah itu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Yakni orang yang mendapatkan salah satu orangtuanya, atau kedua orangtuanya berusia lanjut, namun ia tidak masuk surga." (HR Muslim)
Ia tidak masuk surga karena tak berbakti, tidak mentaati perintahnya, tidak berusaha membuat senang hatinya, tidak meringankan kesusahannya, tidak menjaga kata-katanya, dan tidak merawatnya saat mereka tak lagi mampu hidup mandiri. Saatnya berkaca diri, sudahkah layak kita disebut sebagai anak yang berbakti? Sudahkah layak kita memasuki pintu surga yang paling tengah?
Al-Qadhi berkata," Maksud pintu surga yang paling tengah adalah pintu yang paling bagus dan paling tinggi. Dengan kata lain, sebaik-baik sarana yang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga dan meraih derajat yang tinggi adalah dengan mentaati orangtua dan menjaganya."
Bersyukurlah jika kita masih memiliki orangtua, karena di depan kita ada pintu surga yang lebar menganga. Terlebih bila orangtua telah berusia lanjut. Dalam kondisi tak berdaya, atau mungkin sudah pelupa, pikun atau tak mampu lagi merawat dan menjaga dirinya sendiri, persis seperti bayi yang baru lahir.
Rata-rata manusia begitu antusias dan bersuka cita tatkala memandikan bayinya, mencebokinya dan merawatnya dengan wajah ceria. Berbeda halnya dengan sikapnya terhadap orangtuanya yang kembali menjadi seperti bayi. Rasa malas, bosan dan kadang kesal seringkali terungkap dalam kata dan perilaku.
Mengapa? Mungkin karena ia hanya berorientasi kepada dunia, si bayi bisa diharapkan nantinya produktif, sedangkan orang yang tua renta, tak lagi diharapkan kontribusinya.
Andai saja kita berorientasi akhirat, sungguh kita akan memperlakukan orangtua kita yang tua renta dengan baik, karena hasil yang kita panen lebih banyak dan lebih kekal.
sungguh terlalu, orang yang mendapatkan orang tuanya berusia lanjut, tapi ia tidak masuk surga, padahal kesempatan begitu mudah baginya.
Nabi Muhammad saw bersabda, "Sungguh celaka... sungguh celaka... sungguh celaka..", lalu dikatakan, "Siapakah itu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Yakni orang yang mendapatkan salah satu orangtuanya, atau kedua orangtuanya berusia lanjut, namun ia tidak masuk surga." (HR Muslim)
Ia tidak masuk surga karena tak berbakti, tidak mentaati perintahnya, tidak berusaha membuat senang hatinya, tidak meringankan kesusahannya, tidak menjaga kata-katanya, dan tidak merawatnya saat mereka tak lagi mampu hidup mandiri. Saatnya berkaca diri, sudahkah layak kita disebut sebagai anak yang berbakti? Sudahkah layak kita memasuki pintu surga yang paling tengah?
5. Dianugerahi anak-anak yang berbakti
“Berbaktilah kepada bapak ibumu, supaya anak-anakmu berbakti kepadamu…” (HR.At Thabarani dengan sanad hasan)
Sungguh memiliki anak di zaman –maaf- penuh kerusakan seperti sekarang begitu mengerikan, kalau boleh saya sebut begitu. Bahkan sejak usia dini mereka sudah hidup diantara ancaman racun-racun akhlaq yang luar biasa berbahaya. Cobalah tengok tayangan televisi, bahkan walaupun sudah kita pilihkan tayangan aman dan bergizi seperti shaun the sheep, franklin si kura-kura (saya sebut dua tayangan ini karena memang banyak sekali nilai-nilai kebaikan di dalamnya) racun itu tetap terselip dalam tayangan iklannya. Iklan itu benar-benar tak memiliki sisi positif dalam kacamata saya. Iklan yang buruk jelas buruknya, seronok, kata-kata jorok dari yang jelas-jelas jorok sampai jorok malu-malu, bahkan jorok yang dikemas dalam elegan dan keromantisan. Itu semua iklan jelek. Efeknya jelas jelek. Ada juga iklan yang bagus, penggarapannya bagus, musiknya bagus, pengambilan gambarnya bagus, tapi efeknya tetap jelek. Apa itu? Konsumtif. Jadi memang belum saya temui efek positif iklan. Padahal anak-anak itu adalah imitator yang sangat ulung. Sekali dia mendengar dan melihat maka itu akan terekam di kepalanya yang masih bersih.
Apalagi anak-anak yang telah menginjak masa remaja. Mereka sudah berada di dunianya sendiri yang seolah tak ada jalan untuk kita bisa masuk.
Maka anak-anak yang berbakti, yang tahu cara menghormati kekunoan ibunya, yang tahu cara menghargai kerja keras bapaknya mencari nafkah, yang tahu cara berbeda pendapat tanpa melontarkan kata-kata yang menyakiti, yang membanggakan dan menjaga nama baik orangtuanya, yang mau merawat kita saat kita sudah renta dan pikun, itu sangat mahal. Dan inilah salah satu balasan bagi kita ketika berbakti pada orangtua kita, insya Allah anak-anak kita juga akan menjadi anak yang berbakti.
Intinya apapun yang menyenangkan hati orangtua adalah birrul walidain. Berikut ini saya rincikan beberapa tuntunan nash tentang perbuatan-perbuatan baik pada orangtua:
1. Memandang orangtua
“Seorang anak yang memandang kepada orangtuanya dengan pandangan cinta akan dicatat Allah seperti amalan orang yang naik haji mabrur.” (HR. ar Rafi’ dan Baihaqi)
Bahkan dalam riwayat yang lain ada yang bertanya kepada Rasulullah bagaimana jika dalam sehari seorang anak memandang orangtuanya 100 kali bahkan 350 kali dalam riwayat yang lain lagi, dan Rasulullah menjawab ‘hanya Allah yang bisa menghitungnya’. Begitulah saudaraku, alangkah bodoh kita kalau sampai ditakdirkan masih mempunyai orangtua yang masih hidup bahkan tinggal tak terlalu jauh dengan kita tapi kita melewatkan amalan ringan namun dahsyat seperti ini. Hanya memandang dan pahala sebesar haji mabrur di tangan kita.
2. Lemah lembut kepada orangtua
“Dan ucapkanlah kepada bapak ibumu perkataan yang mulia (qaulan kariima) dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang … “ (QS. al Isra’:23-24)
Ingat saudaraku, lemah lembut itu mencakup 2 hal. Pilihan kata dan intonasi. Kata-kata yang baik ketika diucapkan dengan intonasi menyentak-nyentak tentu bukan lemah lembut, demikian pula sebaliknya kata-kata kasar walaupun diucapkan dengan intonasi yang lembut tidak lembut juga jadinya.
Abul Haddaj pernah agak bingung qaulan kariima ini, beliau bertanya pada Sa’id bin Al Musayyib “Bagaimana persisnya qaulan kariima itu?”
Dan tahukah saudaraku apa jawaban Sa’id? “Qaulan kariima itu kira-kira seperti perkataan seorang budak yang bersalah di hadapan majikannya yang kejam.
3. Berdiri menyambut orangtua
Sayyidah Fatimah ketika Rasulullah datang mengunjungi selalu segera berdiri menyambut dan menyongsong ayahandanya. Saya pribadi menerjemahkan hal ini dengan luas. Inti dari berdiri itu adalah penghormatan maka apapun yang mengindikasikan penghormatan serupa patut kita lakukan kepada orangtua. Termasuk mungkin tidak duduk sembarangan di depan orangtua, tidak melakukan gerakan apapun yang tidak menunjukkan penghormatan seperti misalkan menunjuk, mengibaskan tangan, dan lain sebagainya. Saya yakin kita –apalagi kita sendirijuga adalah orangtua- sangat paham apa-apa yang tidak pantas kita lakukan ketikaorangtua berada di dekat kita
4. Memberi nafkah
Dari Jabir ra: ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dan berkata ‘Ya Rasulullah, saya punya anak dan harta, dan ayahku ingin menghambur-hamburkan uang dan harta saya itu.’ Maka jawab Rasulullah saw ‘Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu’ “ (HR.Ibnu Majah)
Mundur sedikit ke belakang, laki-laki itu awalnya mendatangi Rasulullah dan mengadukan ayahnya yang terus-terusan meminta harta. Maka Rasulullah menyuruhnya untuk membawa sang ayah ke hadapan Rasulullah. Selagi sang ayah dijemput, malaikat Jibri mendatangi Rasulullah dan menyampaikan pesan Allah swt “Ya Muhammad, Allah swt enyampaikan salam kepadamu dan berpesan kepadamu kalau orangtua itu datang engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan hatinya tapi tak didengar telinganya (maksudnya adalah batinnya yang tak pernah diucapkannya). Ketika sang ayah tiba Rasulullah bertanya “ Mengapa anakmu mengadukanmu? Benarkah engkau inginengambil uangnya?
Sang ayah menjawab bahwa itu untuk memenuhi keperluannya. Rasulullah pun memintanya menceritakan kata hati yang selama ini tak pernah terucap lisannya. Sang ayah tak mau pada awalnya tetapi Rasulullah terus mendesak. Maka dia berkata “ Baiklah ya Rasulullah, sesungguhnya saya sering mengucapkan dalam hati kata-kata seprti ini kepadanya ‘Aku mengasuhmu sejak kecil, kau reguk puas semua jerih payahku. Saat kau sakit di malam hari sungguh aku gelisah dan sedih, tak mampu memejamkan mata sedikitpun. Airmataku berlinang-linang cemas takut engkau disambar maut padahal aku tahu ajal itu memang sesuatu yang pasti. Dan sekarang, setelah engkau dewasa, tercapai semua yang engkau cita-citakan kau balas aku dengan kekerasan dan kekasaran seolah-olah engkaulah yang member nikmat. Kau perlakukan aku seperti tetangga jauhmu, kau menyalahkan dan membentakku seolah engkaulah yang paling benar.”
Belum selesai kata-kata sang ayah Rasulullah lalu mendekati sang anak, memegang ujung baju pada lehernya dan berkata “Engkau dan hartamu milik ayahmu.”
Kata hati itu adalah yang paling jujur. Di mulut, tak ada seorang ibu atau ayahpun yang sanggup mengucapkan kata-kata seperti itu pada putra-putrinya karena sungguh kita membesarkan anak-anak tanpa berharap balasan apapun. Hanya terkadang siapakah yang bisa mengatur kata batin? Kadang ia bersuara sendiri. Maka mungkin kita patut introspeksi kira-kira batinan seperti apa yang ada di hati ibu bapak kita terhadap kita?
5. Mendoakan
“… dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh rasa kasih sayang dan katakanlah : “Wahai Rabbku, kasihanilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. al Isra’: 23-24)
Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Sofyan ra berapa kali seorang anak mendoakan ibu-bapaknya?
Sofyan menjawab : ‘alangkah baiknya engkau mendoakan kedua orangtuamu setiap selesai membaca syahadat di dalam sholat’
Sebagian tabi’in mengatakan, siapa yang mendoakan ibu-bapaknya 5 kali sehari semalam maka ia telah menunaikan kewajiban kepada keduanya. Sholat adalah manifestasi syukur kepada Allah dan alangkah idealnya ketika setiap syukur kepada Allah diikuti syukur kepada bapak ibu.
Sebagai tambahan, kewajiban birrul walidain tidak berhenti karena orangtua kita meninggal, justru di alam barzakh orangtua lebih membutuhkan kita dibanding masa hidupnya di dunia. Bentuk bakti kita kepada orangtua yang telah mendahului ke alam barzakh adalah mendoakan, memohonkan ampunan, berziarah ke makamnya, dan meneruskan hubungan baik dengan kawan ibu bapak.
“Dari Abu Burdah ra, saya mendengar Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah berkata kepadanya ‘Siapa yang ingin berhubungan dengan ayahnya yang telah wafat hendaklah dia menghubungi kenalan atau saudara-saudara ayahnya, ayahnya meninggal.”(HR. Abdurrazzaq dan Ibnu Hibban)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar