Tidak semua orang beruntung memasuki gerbang pernikahan
dengan kondisi hati yang perawan. Ada banyak pelabuhan tempat hati kita
tertambat sebelum menemukan pulau impian dimana kita sudah ingin bersandar
selamanya. Cinta monyet, cinta pertama, cinta tak sampai, cinta yang
dikhianati, cinta palsu, menjadi kisah-kisah yang membuat hati kita carut marut
dan tak jelas warnanya karena sering berganti rasa. Ibarat kertas selembar,ia
telah beberapa kali kusut oleh gosokan penghapus dan polesan tip- ex.
Saat ‘The best one at the right time’ itu hadir, dunia
laksana taman bunga di tepi telaga. Wangi, sejuk, berwarna. Oh my God, terasa
konyollah semua pengembaraan itu(helloow…betapa bodohnya gue dulu bisa jatuh
cinta pada si dia, pada si doi, pada si
bebi, pada si pipi). Cinta segar tertumpah total untuk sang mempelai yang hadir
memahkotai kita dengan pernikahan. Pangeran berkuda putih dengan mahar di
tangan. Dan kita merasa seolah tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Dialah
belahanku. Yang sebelumnya tentu belahan orang lain yang sempat salah alamat
mampir padaku
Tapi pernikahan tentulah bukan hanya masalah cinta dan hati.
Berdua kita harus bersama naik dan turun, tertawa dan menangis. Fluktuasi itu
kadang mendaki dan menurun curam. Seperti gunung dan lembah yang menjadi
keniscayaannya. Dan hati yang tak utuh ibarat terjepit oleh masa lalu dan masa
depan. Di titik-titik tinggi rendah itu nyatalah bahwa ia punya bakat spesial
yang terwarisi dari masa lalunya: Membandingkan.
Dan ingatkah kau sifat perbandingan? Dalam matematika,
jawabannya cuma 3 : < , =, >. Ah, dan masalah terbesar adalah engkau
bukan sedang membandingkan angka. Takaran apa yang paling jujur ketika yang
ditimbang adalah hal seabstrak cinta, seimajiner kasih sayang, semisterius
perhatian, bahkan sekonyol romantisme? Sadarilah, dalam perjalanan pernikahan
tak ada yang lebih berbahaya dari perbandingan-perbandingan. Karena satu hal
hampir bisa dipastikan: Setiap kali kau memenangkan yang satu, maka engkau akan
makin terjauhkan dengan yang satunya lagi. Dan sayangnya, yang sudah di
genggaman itu memang tak semenarik ketika masih sebagai harapan. Sehingga
sering terkalahkan.
Tapi sungguh ini cuma tentang ketidakadilan. Kau cuma berpaling ke belakang saat di depanmu tak
menyenangkan. Saat menangis sekarang, yang terbayang adalah dulu aku pernah
tertawa begitu bahagia. Saat sepi sekarang, yang teringat adalah dulu aku
pernah begitu berkubang perhatian dan kasih sayang. Tapi pernahkah kau mau
membandingkan saat bahagia sekarang bahwa luka yang begitu dalam pernah
tertoreh (baca:ditorehkan) masa lalumu? Maukah kau menghitung kembali airmatamu
yang pernah tertumpah saat sekarang kau sedang tertawa?
Alangkah nikmat hati suci yang terjaga dan hanya terbuka
saat yang halal sudah datang. Semuanya menjadi pertama dan menakjubkan.
Benarlah kiranya bahwa wanita selalu dinilai dari masa lalunya sedangkan lelaki
dinilai dari masa depannya. Kalimat bersayap yang oleh sebagian peburuksangka
diartikan sebagai lelaki itu egois dan menuntut kemurnian dan keserbapertamaan
sedangkan wanita selamanya adalah pemburu materi dan pencapaian. Bagi yang mau
mengakui,-atau membuktikan?- maka mereka akan faham, bahwa jauh dibalik kalimat
itu ada kebenaran yang begitu terang bahwa memang sungguh berbahaya wanita yang
bermain-main dengan keperawanan hatinya. Setiap kau nodai keperawanan hatimu berarti engkau makin meletakkan visi
kebahagiaanmu di tempat yang semakin utopis, klise, filmis, dan yang paling
buruk: tragis.
Ah, betapa Sang Pencipta Hati kita sangat mengerti ini,
itulah mengapa jauh sebelum pergaulan telah mencapai lompatan yang sangat besar
hingga sekarang keperawanan dalam sisi apapun tidak lebih mahal dari harga
sebuah ponsel Cina, Allah Sang Maha Kasih telah menekankan harga mati menjaga
keperawanan hati kita.
“Dan janganlah kamu
mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk.”(QS.Al
Isra’:32)
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)Nampak dari padanya…”(QS.An Nur:31)
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang
dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,
hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”(QS.Al Ahzab:33)
Maka berhati-hatilah dengan hatimu wahai wanita….segumpal
darah itu engkau sendirilah yang menentukan, akan menjadikanmu siapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar