Sebagian orang mengukur kebahagiaannnya dengan kesuksesan
dunia saja. Rumah besar, kendaraan mewah, pasangan ganteng atau cantik, gelar
berderet, sarapan di Perancis, makan siang di Jepang, makan malam di Palestina.
Sementara akhirat dilupakan, sholat sering, puasa pernah, baca Alquran waktu
khitan doang. Ada juga yang mengukur suksesnya kehidupan hanya dari amal-amal
akhiratnya saja sementara kehidupan duniawinya tak jelas bentuknya. Duan-duanya
tidak sehat. Yang bagus adalah kita bisa menjadikan sukses kita dunia sebagai
bagian dari sukses akhirat. Itulah sebenarnya pola ideal yang diajarkan Islam.
Menjadikan sukses dunia sebagai bagian dari kesuksesan
akhirat kita nanti. Bagaimana caranya? Caranya dengan menjadikan seluruh kegiatan
kita di dunia ini punya nilai akhirat. Banyak pekerjaan,aktivitas, amal, yang
sepertinya cuma sekedar aktivitas dunia
doang, tapi bila kita tahu cara mengerjakannya dengan benar- mulai dari niat
dan tatacaranya- akan menjadi amal yang bernilai akhirat juga.
Kalau sudah sadar ini, kalau sudah paham ini, maka kita
pasti lebih bersemangat melakukan rutinitas keseharian kita, karena selain
memang sudah tugas kita juga bisa mendekatkan kita kepada surga. Menambah
tabungan kita untuk nanti perjalanan ke surga. Harus begitu? Ya! Karena kalau
kita hanya mengandalkan bekal dari ibadah-ibadah mahdhoh, ibadah-ibadah rutin,
kita akan ketemu dengan banyak keterbatasan kita sebagai manusia.
Jadi analoginya begini supaya mudah dipahami: Membeli motor seharga 12 juta kontan mungkin akan
terasa sangat memberatkan. Beda kalau kita membeli dengan cara mengangsur ,
tiap bulan 500rb mungkin. Tetap mahal sih tapi terasa lebih ringan. Begitu juga
kalau kita mau membeli surga dengan hanya bermodalkan ibadah formal, berapa banyak
sih puasa sunnah yang bisa kita lakukan? Berapa ratus rakaat sih sholat sunnah
yang mampu kita lakukan setiap harinya? Belum terpotong haid seminggu, males 6
hari, sakit 3 hari, galau 15 hari, berapa hari yang bisa tersisa benar-benar
untuk ibadah? Padahal surga itu mahal. Bukan berarti ibadah formal itu tak
perlu dikejar, melainkan ibadah formal ini ditambah dan dipercepat dengan
amal-amal dunia yang bernilai amal akhirat. Jadi yang ibadahnya sedikit
dikatrol oleh amal dunianya, yang ibadahnya sudah banyak makin disempurnakan
dengan amal dunianya.
Nah, amal-amal duniawi apa saja yang bisa kita jadikan dari
bagian mengejar sukses akhirat?
Mencari mata pencaharian
Mungkin bekerja mencari nafkah itu
kelihatannya hanyalah sekedar mencari uang untuk makan dan minum. Sesuap nasi
dan segenggam berlian. Bekerja ya bekerja aja, mana mungkin gak kerja, anak
istri makan apa? Benar sekali, tapi alangkah sayangnya kalau bekerja ini
‘hanya’ sampai di situ saja memaknainya. Padahal ia bisa kita jadikan kendaraan
ke surga. Jadi mulai sekarang jadikanlah mencangkul di sawah, mencuci piring,
berdagang tempe, sebagai sebuah upacara suci, pekerjaan suci yang dengannya
kita bisa sampai ke pintu surga. Jadi untung dobel, sudah dapat uang juga dapat
pahala, sekali dayung dua tiga pulau terlewati. Kan enak ini. Sukses dunia,
sukses akhirat. Perut kenyang, Allah senang.
Rasulullah saw bersabda,”Diantara dosa-dosa, ada dosa yang tidak bisa
dihapus oleh shalat, tidak pula oleh puasa, tidak pula oleh haji, tetapi bisa
dihapus dengan kelebihan mencari mata pencaharian.”(HR.Thabrani)
Ingat, saudaraku..
Nafkah bisa lahir bisa batin. Bahkan nafkah
batin yang diberikan seseorang kepada pasangannya juga bisa menjadi kendaraan
ke surga. Sukses dunia sukses akhiratnya.
Mengalami musibah
Hidup ini hanyalah berpindah dari suka ke
duka, dari syukur ke sabar. Begitu seterusnya. Musibah itu sudah jatah kita,
jatah setiap orang. Tak ada seorangpun di dunia ini yang tidak pernah diuji
dengan kesedihan hati. Tak seorangpun di dunia ini yang tak pernah menangis.
Tak seorangpun di dunia ini yang tak pernah galau. Ditinggal mati orang-orang
yang kita cintai, kehilangan benda kesayangan kita, mendapat penyakit, adalah
peristiwa yang sering ada dalam perjalanan hidup kita. Tak seorangpun
menginginkannya,tapi tak seorangpun juga kuasa menolaknya.
Maka kalau tidak bisa ditolak, kenapa tak
kita bikin saja musibah ini mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya untuk
kita? Jadikan musibah-musibah ini sebagai tabungan kita kelak di akhirat.
Caranya? Sabarkan diri dan berlindung pada Allah. Tawakal kepadaNya.
Semoga perjuangan kita berobat ketika
sakit, luka-luka perih di hati saat disakiti orang yang kita cintai, pedihnya
kehilangan saat orang yang kita cintai meninggal, akan dicatat oleh Allah
sebagai amal surgawi. Sebagai tabungan kita kelak di akhirat.
Renungkanlah sabda Rasulullah saw berikut:
“Tidaklah
kesulitan dan sakit menimpa seorang muslim, tidak juga kegalauan, kesedihan,
duka, dan beban, hingga duri yang mengenai kakinya, kecuali menjadi penebus
sebagian dari kesalahan-kesalahannya.”(HR.Bukhari
dan Muslim, dari Abu Said dan Abu Hurairah)
Camkanlah itu…duri yang melukai kaki kita
saja akan bisa menjadi penebus dosa kita, apalagi duri yang melukai hati…
Ini sebuah hadits qudsi yang juga
menegaskan hal yang sama:
“Tidaklah
ada balasan bagi seorang hamba-Ku yang mukmin di sisi-Ku bila Aku panggil orang
yang dicintainya dari dunia, lalu ia
bersabar dan memohon balasan (kepada-Ku) kecuali baginya adalah surga.”(HR.Bukhari, dari Abu Hurairah)
Kematian orang yang kita cintai adalah
musibah kelas tinggi. Bagaimana tidak, seseorang yang bertahun-tahun menjadi
bagian dari diri kita sudah tak ada lagi, tak akan bisa kita lihat wajahnya,
kita dengar suaranya, kita sentuh kulitnya, betapapun rindunya hati kita.
Itulah mengapa Allah langsung memberikan stempel surga, kontan, tunai, bagi
orang yang mampu menjawabnya dengan sabar. Berat. Sangat berat. Tapi manis.
Melakukan pekerjaan ringan dan terkesan sepele
Di keseharian kita, banyak sekali
kejadian-kejadian, amal-amal, pekerjaan-pekerjaan yang kalau kita lihat bungkus
luarnya itu biasa aja. Nyapu halaman, ada tetangga lewat, kita senyum…pahala.
Suami pulang, kita senyum, pahala. Jalan ke warung mau beli garam, kesandung
batu, lalu dibuanglah batu itu agar nanti yang lewat setelah kita jadi tidak
tersandung juga, pahala. Makan kerupuk eh ada ayam nyosor-nyosor di kaki, bagi
sedikit kerupuknya, pahala. Yang diperlukan hanyalah meleknya mata hati kita,
sehingga kita bisa memasukkan sentuhan niat yang benar kedalam semua yang
terkesan ‘sepele’.
Bukankah Rasulullah saw pernah mengisahkan
seorang pelacur yang masuk surga karena menolong anjing yang kehausan? Atau
juga seorang wanita yang masuk neraka karena mengerangkeng kucing hingga kucing
itu kelaparan lalu mati?
Nah, jadi silahkan….temukan surga-surga itu
di sekeliling kita. Biar tambah ngejos kita nanti ke surganya.
Menuntut ilmu
Ilmu itu memuliakan seseorang. Macam-macam
ilmu yang dipelajari orang sesuai minat dan kemauannya. Ada yang suka belajar
menjahit. Ada yang pandai ilmu masak. Ada yang pandai menghitung uang..eits ini
mah gak perlu ilmu ya.
Intinya, menuntut ilmu, belajar, itu adalah
pekerjaan baik dan sangat bernilai di sisi Allah. Apalagi kalau kita
menjadikannya bagian dari akhirat kita. Caranya? Bersabar menuntut ilmu. Ah
sudah deh, lidah saya ini memang bukan lidah Arab, mana bisa bacaan Quran saya
bagus? Ah, sudah deh saya memang gak bakat masak, mau apa lagi? Aduh, sudah
setua ini ya gak mungkin saya bisa menghafal Quran, wong nama cucu sendiri saya
suka lupa…
Bersabar menekuni ilmu artinya kita sedang
menjadikan detik-detik waktu yang kita habiskan itu makin mendekatkan kita pada
surga. Kemudian mengajarkan ilmu kita, jangan pelit, kalau punya resep kue baru
rasanya sayang kalau harus dibagi dengan tetangga sebelah. Juga tak kalah
pentingnya memanfaatkan ilmu itu untuk kepentingan kaum muslimin. Yang pandai
nyeterika, tiap hari keliling rumah tetangga nyeterikain bajunya..hehe nggak
ya..
Jadi begitu, ilmu yang kita punyai juga
bisa menjadi kendaraan kita ke surga. Sukses dunia sukses akhirat.
Melakukan pekerjaan yang terkait dengan
memakmurkan bumi
Banyak ayat Allah yang memerintahkan kita
untuk melestarikan bumi dan melarang kita berbuat kerusakan di dalamnya
“Dialah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.”(QS.Al Baqarah:29)
“Dialah
yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya,
dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali
setelah)dibangkitkan.”(QS.Al
Mulk:15)
Jadi patutlah berbangga orang-orang yang
profesinya ditakdirkan berkaitan dengan pelestarian bumi. Penyapu jalan, polisi
hutan, ahli pertanian, dan sebagainya. Bagaimana dengan kita yang guru ini?
Yang dokter?Yang penjual kain? Yang ibu rumah tangga? Tidak berarti kita tidak
bisa ikut serta memakmurkan bumi. Dimulai dari rumah, kita bisa mulai
memisahkan antara sampah gampang hancur dengan sampah yang butuh ribuan tahun
untuk hancur. Kalau belanja ke pasar bawa tas sendiri supaya penggunaan tas
kresek tidak di luar batas (satu kali ke pasar biasanya kita ikut membawa
pulang banyak tas kresek, beli tempe dikresekin, beli cabe dikresekin…).
Menanam pohon di pekarangan rumah. Ini juga akan menjadikan kita sukses di
akhirat nanti.
Khusus tentang menanam pohon saya
benar-benar dibuat termenung dan takjub ya. Sebagai seseorang yang ditakdirkan
sering pindah rumah karena mengikuti tugas suami saya selalu menempati rumah
yang punya pohon mangga. Bahkan yang sekarang ada pohon jambu di depan jendela
kamar yang sepertinya menjadi favorit anak-anak. Tiap hari ada saja yang
meminta izin naik dan mengambil jambu.
Saya berpikir, mungkin si penanam pohon ini
sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu, tapi lihatlah luar biasa pohon
tanamannya masih saja bisa mnyenangkan banyak orang. Alangkah hebatnya menanam
pohon.
Banyak ayat Allah yang memerintahkan kita
untuk melestarikan bumi dan melarang kita berbuat kerusakan di dalamnya
Melakukan pekerjaan yang dampak baiknya bisa
dirasakan oleh banyak orang
Tabungan untuk akhirat juga bisa kita
tambah dengan melakukan pekerjaan yang manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.
Saya tidak akan tanggung-tanggung mengambil
contoh. Lihat saja orang yang paling penting dalam sebuah negeri: presiden.
Alangkah hebatnya presiden yang bisa menjadikan jabatannya sebagai tabungan.
Satu keputusannya akan berdampak pada seluruh negeri. Padahal berapa jumlah
penduduk Indonesia sekarang? Luar biasa kan presiden? Jadi semestinya kalau
bisa amanah orang yang paling cepat ke surga itu presiden karena apa yang
diperbuatnya akan dilipatkan sesuai jumlah rakyatnya. Tapi kasihan sekali kalau
tidak, mungkin justru paling cepat ke neraka karena saat tidak amanah, maka yang
menerima akibatnya juga seluruh negeri.
Nah, begitulah semangat menabung untuk membeli surga. Harus
kita cari dari segala kesibukan kita, setiap hari, setiap saat. Karena waktu
kita bertambah sempit sedangkan kedurhakaan kita sangat banyak. Ingatlah selalu,
kita akan menuai apa yang kita tanam. Tanamlah sebanyak mungkin. Agar hasil
panen kita juga banyak.
Mari kita akhiri dengan merenungi nasehat Luqman pada
anaknya “Hai anakku, sesungguhnya jika
ada(sesuatu perbuatan)seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (balasan)nya.”(QS.Luqman:16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar