“Orang-orang
yang menafkahkan hartanya ketika senang dan susah, orang-orang yang sabar dalam
menahan amarah dan orang-orang yang mema’afkan (kesalahan) manusia. Dan Allah
mengasihi orang-orang yang berbuat kebaikan itu.” (QS. Ali-Imran: 134)
“Marah itu dapat merusak keimanan, seperti buah sobar
(jadam) dapat merusak madu”.
(HR. Thabrani)
“Barang siapa yang tidak dapat menahan amarahnya, akan
mempercepat kematian.” (Ali Bin Abi Thalib, r.a)
Kisah Pengakuan Syaitan:
Ada seorang Rahib beribadat di dalam biaranya. Maka datanglah syaitan hendak
mengganggu dan menyesatkannya. Namun syaitan tidak berdaya. Kemudian syaitan
datang sambil berseru “Bukakan pintu!” rahib itu tidak menggubris, diam
tidak berubah ibadatnya. Setan berkata “Bukalah, jika aku pergi, nanti kamu
akan menyesal” rahib tidak mengindahkannya. Kemudian syaitan berkata “Aku ini
Isa Al-Masih”. Maka dijawab oleh rahib, “jika anda benar-benar Isa Al-Masih,
lalu akan berbuat apa aku padamu, tidaklah anda menyuruh beribadat yang rajin,
dan anda datang sekarang dan membawa ajaran-ajaran yang lain, kami tidak dapat
menerimanya”. lalu syaitan berkata ” Sebenarnya aku syaitan datang akan
menyesatkanmu, tetapi tidak dapat. Bertanyalah padaku sekehendakmu niscaya aku
bercerita padamu”. jawab rahib, ” Aku tidak ingin bertanya apapun padamu”.
Syaitanpun pergi. Rahib berkata “Apakah kamu masih mendengar?” Syaitan
menjawab “ya”. Rahib bertanya, “maukah kamu mendengar pertanyaanku? syaitan
menjawab “ya”. Rahib berkata, “Beritahulah kepadaku perilaku anak Adam
yang paling membantumu mengalahkan mereka”. Jawab syaitan “kemarahan, jika seseorang
sedang marah, maka kami dapat mempermainkannya seperti anak-anak mempermainkan
sebuah bola”.
Marah Karena Allah atau Setan?
Setiap
manusia mempunyai benih sifat pemarah. Namun ada “marah karena Allah”
(ghodhobullah), Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak
seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai
kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain
(masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan
munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.Seperti marahnya Nabi Hud kepada
pembangkangan kaum ‘Aad atau marahnya Nabi Sholeh kepada pembangkangan kaum
Tsamud. Tapi “marah karena setan” (ghodhobus-syaitan) ialah seperti amarah
Qabil yang membunuh adiknya, amarah Fir’aun kepada Nabi Musa, marahnya Namrud
kepada nabi Ibrahim, amarah Abu Lahab kepada Nabi Muhammad
Sifat
ini merupakan perangai yang tercela baik dalam tinjauan syara’ maupun dari sisi
akal sehat. Dan sifat ini merupakan sebab timbulnya ragam persoalan yang
akibatnya tidak menyenangkan. Betapa banyak akibat yang timbul dari perangai
ini, pembunuhan, perceraian, pertikaian antara kedua pihak dan lain sebagainya
yang merupakan hasil dari sifat marah.
Bahkan
sebagian kaum manusia, apabila marah, kemarahannya akan menuntunnya sehingga
diapun mengkerutkan keningnya dihadapan selain orang yang membuatnya marah,
ucapan yang jelek kepada seseorang yang tidak bersalah sedikitpun juga, dan
menyakiti seseorang yang sebenarnya dia tidak menghendaki hal itu terjadi
kepadanya selain balasan yang lebih ringan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukanlah
seseorang dikatakan kuat dengan pandai gulat, akan tetapi seorang yang kuat
apabila dapat menguasai dirinya di saat marah.”
Kesempurnaan
kekuatan seorang hamba adalah dengan mengendalikan pengaruh dari hawa amarah
yang bergejolak, maka sebaik-baik manusia adalah seseorang yang syahwat serta
hawa nafsunya mengikuti syariat. Kemarahan yang ada pada dirinya dan
pembelaannya diperuntukkan kepada kebenaran untuk menepis kebathilan. Dan
seburuk-buruk manusia adalah seseorang yang di kuasai oleh syahwat dan
amarahnya.
Bahayanya Kemarahan:
1.
Membahayakan Tubuh
Saat marah seluruh komponen tubuh seolah berjalan di
luar koridornya. Stress, depresi, maag, gangguan fungsi jantung, insomnia,
kelelahan bahkan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian secara
mendadak jika hal itu mencapai tingkat intensitas (kehebatan) tertentu. Marah
juga dapat menghilangkan nafsu makan serta terganggunya otot dan saraf selama
berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Marah sangat merugikan, mempengaruhi
seluruh fungsi spiritual dan tubuh. bahkan amarah seorang ibu yang menyusui
dapat mengakibatkan peracunan yang berbahaya terhadap air susunya.
Pada
sistem peredaran darah dan jantung, marah akan membuatdarah kita bergejolak,
alirannya menderas dan makin agresif kemudian bertahan pada urat-urat nadi, seperti
terlihat pada wajah dan kedua mata yang memerah. Jika hal itu terjadi
berulang-ulang, maka baiasanya akan menimbulkan hipertensi, bahkan menyebabkan
pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan kelumpuhan.
Tiga menit marah akan melemahkan kekuatan anda lebih cepat daripada 8 jam
bekerja. Hal ini terjadi karena amarah membebankan ketegangan luar biasa pada
tubuh seseorang. Ketika seseorang marah, darahnya membanjiri otot-otot utama
pada tangan dan kaki sehingga memiliki kekuatan yang lebih besar daripada
biasanya. Tetapi sebaliknya, persediaan darah pada otaknya banyak berkurang
sehingga ia dapat lupa diri dan melakukan perbuatan-perbuatan seperti
misalnya memukul orang lain atau mengucapkan makian-makian yang keji.
Kalau
efeknya cuma memacu jantung dan mengagresifkan peredaran darah kan sama saja
dengan olahraga? Betul sekali, tapi ingat olahraga itu adalah manajemen. Ada
pemanasan, ada gerakan inti, ada cooling down. Tapi bagaimana dengan marah? Ia
adalah sesuatu yang tiba-tiba, yang menghentak fisik kita seperti aliran
listrik yang menyengat tiba-tiba. Dan yang lebih berbahaya adalah karena marah
itu tak punya tombol on off. Saat marah, kemarahanlah yang mengontrol kita
bukan kita yang mengontrol marah. Beda dengan olahraga, kita bisa berhenti
kapanpun kita mau.
Terhadap
system persyarafan, satu
kali marah sama halnya menarik satu benang karet, marah lagi maka benang karet
ini molor lagi dan kalau sudah tidak bisa molor, maka putuslah karet ini. Karet
ini tidak ubahnya adalah seluruh syaraf dan jaringan dari organ tubuh ini.
Apalah jadinya kalau syaraf-syaraf ini putus. Satu syaraf putus akan
menyebabkan jaringan yang diikutinya menjadi terganggu fungsinya.
Pada
psikis kita, amarah akan menimbulkan berbagai akibat psikologi yang membahayakan.
Setelah sadar diri atau tenang kembali, biasanya seseorang yang marah akan
dipenuhi rasa penyesalan terhadap perbuatannya yang tidak patut.
Rasa penyesalan itu kadang-kadang dapat demikian mendalam, sehingga menjadi
pengutukan terhadap diri sendiri, penghukuman diri, hingga depresi atau rasa
bersalah yang menghantui untuk waktu yang lama. Ia mungkin tidak dapat
memaafkan dirinya dan ini selanjutnya menjadi beban jiwa (sideness of soul)
yang merugikan. Banyak diantara kita hidup dengan menyimpan beban jiwa di alam
bawah sadar kita. Inilah yang sering menyebabkan kita sering gelisah, sedih,
dan gundah. Karena sebenarnya orang yang paling bahagia adalah orang yang bisa
menyukai dirinya sendiri.
Namun, layak diperhatikan
bahwa menahan marah juga menjadi pemicu banyak penyakit. Sebuah studi di
Amerika menjelaskan bahwa marah dan menahan marah memiliki bahaya kesehatan
yang sama, meskipun berbeda tingkat keparahannya. Jadi ubah paradigm kita bahwa
yang disebut marah itu hanya orang yang melotot, berteriak, atau mengumpat.
Marah itu ketika dilampiaskan ataupun ditahan tetaplah namanya marah. Dan
ketika Islam melarang marah tentu yang dimaksud adalah marah kedua-duanya.
Pernahkah bertemu seseorang yang tampak sangat kalem, dingin, diam, tetapi ternyata
tega membunuh anaknya sendiri? Nah, ini salahsatunya adalah akibat kemarahan
demi kemarahan yang ditabung sedemikian rupa lalu meluap di satu titik.
Jadi solusinya satu :
jangan marah. Jangan marah-marah. Jangan simpan marah
2.
Mendekatkan menuju neraka
”Barangsiapa
(mampu) menahan marahnya (tatkala timbul marah), Allah akan menahan siksaNya.”
Sesungguhnya marah suatu alat patri (stempel) dari neraka
jahannam Allah meletakkannya dalam hati perasaan seseorang, tidakkah anda
melihat seorang jika marah, merah mukanya, muram wajahnya dan tegang urat2nya.(HR.al
Hakim)
Di neraka
ada pintu, yang tidak dimasuki kecuali oleh orang-orang yang memuaskan
marahnya, dalam satu hal yang memurkakan Allah (HR.At Tirmidzi)
Pada saat marah akal seolah-olah tertutup dan terhalang. Maka manusia menjadi
tidak mampu mengendalikan dirinya. pada saat itulah muncul dari dalam dirinya
sesuatu yang tidak terpuji, sesuatu yang membawa kepada penyesalan yang tidak
berguna. Seorang ulama berkata kepada anaknya, “Hai anakku, akal tidak kokoh
saat marah seperti tidak tetapnya ruh kehidupan pada tungku yang dinyalakan.
manusia yang paling sedikit marahnya adalah yang paling banyak akalnya.
Orang yang suka marah suka melakukan apa yang tidak diketahui dan tidak
disadarinya, hal ini dapat menjerumuskannya kedalam perbuatan dosa. Nabi
Muhammad SAW melarang setiap perkara yang menjerumuskan kedalam alasan yang
hina. Sabda Beliau, “jauhkanlah dirimu dari setiap perkara yang menuntut
pemberian alasan
Marah menimbulkan banyak kesalahan serta membuat seseorang terjerumus kedalam
berbagai kemaksiatan dan keburukan. Akibatnya, ia memperoleh azab yang
keras didunia maupun di akhirat.
Marah
adalah pintu paling mulus bagi setan untuk mempermainkan kita. Seperti hadits
diatas tadi, bahwa saat marah kita ini jadi ibarat bola yang bisa dilempar dan
ditendang sekehendak setan, dan yakinlah..setan akan menendang bola itu ke
neraka.
3.Menimbulkan kebencian dari orang lain terhadap kita
Selama hidup, saya
tidak pernah menemukan ada orang marah yang kelihatan indah. Semua orang tidak
suka dimarahi. Semua orang tidak suka berteman dengan pemarah. Bahkan semua
orang pun tidak suka marah. Orang yang sering marahpun sebenarnya sangat
membenci kemarahannya.
Karena kita seorang
ibu, maka orang yang akan paling merasakan dampak jika kita termasuk orang yang
pemarah tentu adalah anak kita
Semua orangtua pernah
merasakan saat-saat ketika kemarahan naik ke ubun-ubun menghadapi ulah
anak-anak. Ketika rasa marah menerpa, seringkali, yang paling ingin dilakukan
adalah mengeluarkan teriakan atau bentakan keras untuk melampiaskan kemarahan
itu.
Marah kepada anak
adalah hal yang alami, bahkan tidak mungkin terelakkan. Tapi yang bahaya adalah
saat kita kehilangan kontrol atas rasa marah itu.
Anak-anak yang memiliki
orangtua yang pemarah cenderung lebih agresif dan menjauh dari orang tuanya.
Ketika mereka dewasa, mereka akan kesulitan dalam masalah akademis, sosial, dan
emosional. Sebagian dari mereka bahkan menderita depresi. Anak yang tumbuh
dalam lingkungan penuh kemarahan akan mengalami kesulitan dalam karir, hubungan
sosial, dan kesehatan mental.
Efek yang paling cepat
dirasakan akibat kemarahan orangtua yang tidak terkontrol adalah
*Anak semakin sulit
untuk diajar disiplin.*
Orangtua yang sering
membentak sebenarnya menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang tidak
konsisten dan tidak bisa diduga. Kedisiplinan adalah kekonsistenan. Bagaimana
mungkin orangtua yang tidak konsisten bisa mengajarkan kedisiplinan pada
anaknya," kata Dr. John Krawczyk, seorang psikiater anak dari Chicago.
Dr. Krawczyk juga
menyatakan, "Anak-anak biasanya selalu ingin menyenangkan hati orangtua
mereka. Tetapi bila mereka merasa terancam atau tidak aman (karena sering
dibentak), mereka akan berhenti mencoba(untuk menyenangkan hati orangtuanya)."
Dan berhati-hatilah saat anak sudah tidak peduli apakah perbuatannya, tingkah
lakunya, bahkan sosok dirinya, akan menyenangkan atau menyedihkan orangtuanya.
Setidaknya, ada 3
pikiran yang sering menjadi pemicu
begitu mudah dan murahnya kita mengobral kemarahan kepada anak.
1. Anggapan adanya
kesengajaan ("Anakku melakukan hal itu karena sengaja.")
2. Melebih-lebihkan
situasi ("Anak ini tidak pernah mau mendengar kata-kataku")
3. Pelabelan/memberi cap tertentu pada anak
("Anak ini memang nakal.")
Beberapa kiat yang
mungkin bisa menjadi koridor kita dalam meminimalisir sifat pemarah ini:
1.
Sadari bahwa kita marah
Terutama
perempuan sering sekali menipu dirinya dan tidak menyadari atau tidak mau
mengakui bahwa dirinya marah. Bisakah begitu? Contohnya bu Indah benar-benar
marah saat mengetahui suaminya lupa membelikan nasi goreng pesanannya sepulang
kantor. Waktu mencuci piring, bu Indah sengaja meletakkan piring dengan lebih
keras agar berdenting2 mengganggu suaminya. Tapi saat ditanya oleh suaminya “
Kamu marah?”, bu Indah menjawab “Engguaaaak”. Jadi hal pertama saat kita sedang
dihinggapi rasa ingin marah akuilah bahwa kita marah. Begitu banyak orang saat
rasa marah mulai menjalari dirinya mereka tidak menyadari bahwa dirinya sedang
berada dalam kemarahan. Ingat, merasa marah dengan tahu bahwa aku lagi marah
itu sangat berbeda.
2.
Taawudz
“Andaikan seorang yang marah itu suka membaca : A`udzubillahi minasysyaithanirrajiem ( Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syetan yang terkutuk) niscaya hilang marahnya”(HR.At Thabrani)
“Andaikan seorang yang marah itu suka membaca : A`udzubillahi minasysyaithanirrajiem ( Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syetan yang terkutuk) niscaya hilang marahnya”(HR.At Thabrani)
3.
Wudhu’
“Sesungguhnya marah itu dari syaitan, dan syaitan itu dijadikan dari api, dan yang dapat memadamkan api itu hanyalah air, maka apabila seorang dalam keadaan marah, hendaklah segera wudhu`.”(HR.Ahmad dan Abu Dawud)
“Sesungguhnya marah itu dari syaitan, dan syaitan itu dijadikan dari api, dan yang dapat memadamkan api itu hanyalah air, maka apabila seorang dalam keadaan marah, hendaklah segera wudhu`.”(HR.Ahmad dan Abu Dawud)
4.
Tidur
5.
Berubah posisi
6.
Alihkan perhatian
7.
Tawadhu’
Sifat
pemarah itu berasal dari sifat sombong (ego). Lebih besar ego seseorang lebih
besar sifat marahnya. Ini berkaitan pula dengan kedudukan seseorang. Kalau
tinggi kedudukan seseorang, tinggi pangkatnya, banyak hartanya, banyak
pengikutnya, maka akan tinggilah ego seseorang dan akan menjadi-jadilah
pemarahnya. Sebaliknya jikalau kurang segalanya, maka akan kuranglah egonya dan
akan kurang juga sifat pemarahnya. Jadi terkadang marah itu bisa sedemikian
subur menjadi sifat kita karena dipupuk oleh kebermampuan kita, keberdayaan
kita. Bandingkan, jempol kaki kita terinjak oleh tukang sayur atau terinjak
oleh istri bos kita di kantor misalkan. Ini bukti bahwa kemarahan itu dekat
sekali dengan kesombongan.
8.
Meluruskan tauhid
Telah
berkata mujahid dalam sebuah bait syair “Takdir Allah telah putus dan putusan
Allah telah terjadi. Istirahatkan hati dari kata-kata “barangkali” dan “kalau”.
Setiap
klemahan dan kesalahan manusia adalah ujian untuk kita. Allah hendak melihat
bagaimana sabarnya kita dan malunya kita kepada Allah dengan mengucapkan
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”.
Pernah
ditanya Ahnaf bin Qais, bagaimana dia bisa istiqomah dalam sikapnya yang lemah
lembut itu. Ahnaf menjawab “ Aku belajar dengan Qais bin Asim. Ia pada suatu
hari sedang beristirahat, masuk pembantunya membawa panggangan besi berisi
daging panggang yang masih panas. Belum sempat daging itu diletakkan di hadapan
Qais, tanpa sengaja besi pemanggang yang panas itu jatuh terkena anak Qais yang
masih kecil. Menjeritlah si anak kesakitan dan kepanasan sehingga meninggal
dunia. Qais yang melihat peristiwa itu dengan tenang berkata kepada pembantunya
yang sudah pucat menunggu hukuman yang dikiranya pasti bakal diterimanya. “Aku
bukan saja tidak marah kepada kamu tetapi mulai hari ini aku membebaskan kamu.”
Begitulah lembut dan pemaafnya Qais bin Asim.”kata Ahnaf mengakhiri ceritanya.
Bukannya
Qais tidak menyayangi anaknya, tetapi Qais memandang segala kejadian itu adalah
dari Allah. Jika dia memarahi pembantunya maka hakikatnya dia memarahi Allah.
Dia ridha dengan ujian yang ditimpakan kepadanya. Tidak ada dalam kamus
hidupnya perkataan “kalau” atau “barangkali”. Hatinya tidak merasa dia “tuan”
karena apa yang dimilikinya dia hayati sebagai amanah Allah yang bila tiba
waktunya akan diambil kembali.
Kita
harus mengobati hati kita. Kita harus membuang rasa “ketuhanan’ di hati kita
yang menyebebkan kita menjadi marah dengan cara terus menerus mujahadatun
nafsi.
Bagaimana kalau
ternyata kita memang harus marah, misalnya saat ada pelanggaran terhadap
syariat Allah yang dilakukan oleh keluarga kita yang memang berada di bawah
tanggungjawab kita pembinaannya. Adik kita mungkin, keponakan kita, anak kita. Atau
ketika hak-hak kita dilanggar dengan sengaja oleh orang lain. Maka ada
rambu-rambu yang harus kita biasakan agar kemarahan kita bisa kita tekan
seminimal mungkin dampak negatifnya dan kita optimalkan positifnya. Marah ada
positifnya? Ya, marah di saat yang tepat dengan porsi yang tepat . Tentu saat
naudzubillah anak kita sengaja tidak sholat Subuh kita harus menunjukkan
padanya bahwa kita marah atas perilakunya itu. Ingat, menunjukkan bahwa kita
marah berbeda dengan sekedar marah-marah.
Sadari bahwa kita marah
Terutama perempuan
sering sekali menipu dirinya dan tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa
dirinya marah. Bisakah begitu? Contohnya bu Indah benar-benar marah saat
mengetahui suaminya lupa membelikan nasi goreng pesanannya sepulang kantor.
Waktu mencuci piring, bu Indah sengaja meletakkan piring dengan lebih keras
agar berdenting2 mengganggu suaminya. Tapi saat ditanya oleh suaminya “ Kamu
marah?”, bu Indah menjawab “Engguaaaak”. Jadi hal pertama saat kita sedang
dihinggapi rasa ingin marah akuilah bahwa kita marah. Begitu banyak orang saat
rasa marah mulai menjalari dirinya mereka tidak menyadari bahwa dirinya sedang
berada dalam kemarahan. Ingat, merasa marah dengan tahu bahwa aku lagi marah
itu sangat berbeda.
Hindari kata-kata
makian
Tahanlah diri kita dari
mengeluarkan kata-kata yang kasar kepada siapapun. Karena hal ini tidak
menyelesaikan masalah , yang terjadi adalah sakit hati dan bisa balik menyerang
kita dengan kata-kata yang lebih kasar.
Jangan dilakukan di
depan umum
Seandainya harus marah
cukuplah kedua belah pihak yang tahu ,jangan dilakukan di depan umum karena
akan menjatuhkan harga diri kita dan harga diri orang lain. Kadangkala orang
tidak melihat harta atau jabatan kita namun orang akan menilai bagaimana sikap
terbaik kita dalam menghadapi persoalan.
Hindari kekerasan fisik
Kata-kata yang tidak
enak didengar juga sudah membuat sakit hati. Janganlah ditambah dengan
kekerasan fisik karena akan lebih menciptakan jarak sehingga persoalan lebih
sulit untuk dicari jalan keluarnya.
Segera damai kembali
Jangan sampai kemarahan
terus-menerus tiada habisnya. Segera akhiri kemarahan dan saling memaafkan, itu
lebih menentramkan daripada menyimpan bara di hati. Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wa sallam bersabda : " Seorang
muslim tidak dihalalkan untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, yang
bila keduanya bertemu masing-masing membuang mukanya. Orang yang paling baik di
antara keduanya adalah yang lebih dahulu mengucapkan salam. " ( HR. Bukhari dan Muslim ).