menuju-Mu

Rabbana, diriku hanyalah setitik debu di hadapan keagunganMu.
Maka jagalah hati ini,
dari terlihat besar di mata manusia
namun kecil di mataMu
dari terasa baik di mata manusia
namun hina di mataMu
dari merasa benar di mata manusia
namun salah di mataMu
Jadikanlah aku lebih baik dari persangkaan diri dan orang lain

Jumat, 18 Mei 2012

Manajemen Marah


Orang-orang yang menafkahkan hartanya ketika senang dan susah, orang-orang yang sabar dalam menahan amarah dan orang-orang yang mema’afkan (kesalahan) manusia. Dan Allah mengasihi orang-orang yang berbuat kebaikan itu.” (QS. Ali-Imran: 134)
“Marah itu dapat merusak keimanan, seperti buah sobar (jadam) dapat merusak madu”. (HR. Thabrani)
“Barang siapa yang tidak dapat menahan amarahnya, akan mempercepat kematian.” (Ali Bin Abi Thalib, r.a)
Kisah Pengakuan Syaitan:                                            
      Ada seorang Rahib beribadat di dalam biaranya. Maka datanglah syaitan hendak mengganggu dan menyesatkannya. Namun syaitan tidak berdaya. Kemudian syaitan datang sambil berseru “Bukakan pintu!” rahib itu tidak  menggubris, diam tidak berubah ibadatnya. Setan berkata “Bukalah, jika aku pergi, nanti kamu akan menyesal” rahib tidak mengindahkannya. Kemudian syaitan berkata “Aku ini Isa Al-Masih”. Maka dijawab oleh rahib, “jika anda benar-benar Isa Al-Masih, lalu akan berbuat apa aku padamu, tidaklah anda menyuruh beribadat yang rajin, dan anda datang sekarang dan membawa ajaran-ajaran yang lain, kami tidak dapat menerimanya”. lalu syaitan berkata ” Sebenarnya aku syaitan datang akan menyesatkanmu, tetapi tidak dapat. Bertanyalah padaku sekehendakmu niscaya aku bercerita padamu”. jawab rahib, ” Aku tidak ingin bertanya apapun padamu”.
     Syaitanpun pergi. Rahib berkata “Apakah kamu masih mendengar?” Syaitan menjawab “ya”. Rahib bertanya, “maukah kamu mendengar pertanyaanku? syaitan menjawab  “ya”. Rahib berkata, “Beritahulah kepadaku perilaku anak Adam yang paling membantumu mengalahkan mereka”. Jawab syaitan “kemarahan, jika seseorang sedang marah, maka kami dapat mempermainkannya seperti anak-anak mempermainkan sebuah bola”.
Marah Karena Allah atau Setan?
Setiap manusia mempunyai benih sifat pemarah. Namun ada “marah karena Allah” (ghodhobullah), Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.Seperti marahnya Nabi Hud kepada pembangkangan kaum ‘Aad atau marahnya Nabi Sholeh kepada pembangkangan kaum Tsamud. Tapi “marah karena setan” (ghodhobus-syaitan) ialah seperti amarah Qabil yang membunuh adiknya, amarah Fir’aun kepada Nabi Musa, marahnya Namrud kepada nabi Ibrahim, amarah Abu Lahab kepada Nabi Muhammad
Sifat ini merupakan perangai yang tercela baik dalam tinjauan syara’ maupun dari sisi akal sehat. Dan sifat ini merupakan sebab timbulnya ragam persoalan yang akibatnya tidak menyenangkan. Betapa banyak akibat yang timbul dari perangai ini, pembunuhan, perceraian, pertikaian antara kedua pihak dan lain sebagainya yang merupakan hasil dari sifat marah.
Bahkan sebagian kaum manusia, apabila marah, kemarahannya akan menuntunnya sehingga diapun mengkerutkan keningnya dihadapan selain orang yang membuatnya marah, ucapan yang jelek kepada seseorang yang tidak bersalah sedikitpun juga, dan menyakiti seseorang yang sebenarnya dia tidak menghendaki hal itu terjadi kepadanya selain balasan yang lebih ringan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukanlah seseorang dikatakan kuat dengan pandai gulat, akan tetapi seorang yang kuat apabila dapat menguasai dirinya di saat marah.”
Kesempurnaan kekuatan seorang hamba adalah dengan mengendalikan pengaruh dari hawa amarah yang bergejolak, maka sebaik-baik manusia adalah seseorang yang syahwat serta hawa nafsunya mengikuti syariat. Kemarahan yang ada pada dirinya dan pembelaannya diperuntukkan kepada kebenaran untuk menepis kebathilan. Dan seburuk-buruk manusia adalah seseorang yang di kuasai oleh syahwat dan amarahnya.
Bahayanya Kemarahan:
1. Membahayakan Tubuh
        Saat marah seluruh komponen tubuh seolah berjalan di luar koridornya. Stress, depresi, maag, gangguan fungsi jantung, insomnia, kelelahan bahkan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu mencapai tingkat intensitas (kehebatan) tertentu. Marah juga dapat menghilangkan nafsu makan serta terganggunya otot dan saraf selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Marah sangat merugikan, mempengaruhi seluruh fungsi spiritual dan tubuh. bahkan amarah seorang ibu yang menyusui dapat mengakibatkan peracunan yang berbahaya terhadap air susunya.
Pada sistem peredaran darah dan jantung, marah akan membuatdarah kita bergejolak, alirannya menderas dan makin agresif kemudian bertahan pada urat-urat nadi, seperti terlihat pada wajah dan kedua mata yang memerah. Jika hal itu terjadi berulang-ulang, maka baiasanya akan menimbulkan hipertensi, bahkan menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan kelumpuhan.
     Tiga menit marah akan melemahkan kekuatan anda lebih cepat daripada 8 jam bekerja. Hal ini terjadi karena amarah membebankan ketegangan luar biasa pada tubuh seseorang. Ketika seseorang marah, darahnya membanjiri otot-otot utama pada tangan dan kaki sehingga memiliki kekuatan yang lebih besar daripada  biasanya. Tetapi sebaliknya, persediaan darah pada otaknya banyak berkurang sehingga ia dapat lupa diri  dan melakukan perbuatan-perbuatan seperti misalnya memukul orang lain atau mengucapkan makian-makian yang keji.
Kalau efeknya cuma memacu jantung dan mengagresifkan peredaran darah kan sama saja dengan olahraga? Betul sekali, tapi ingat olahraga itu adalah manajemen. Ada pemanasan, ada gerakan inti, ada cooling down. Tapi bagaimana dengan marah? Ia adalah sesuatu yang tiba-tiba, yang menghentak fisik kita seperti aliran listrik yang menyengat tiba-tiba. Dan yang lebih berbahaya adalah karena marah itu tak punya tombol on off. Saat marah, kemarahanlah yang mengontrol kita bukan kita yang mengontrol marah. Beda dengan olahraga, kita bisa berhenti kapanpun kita mau.
Terhadap system persyarafan, satu kali marah sama halnya menarik satu benang karet, marah lagi maka benang karet ini molor lagi dan kalau sudah tidak bisa molor, maka putuslah karet ini. Karet ini tidak ubahnya adalah seluruh syaraf dan jaringan dari organ tubuh ini. Apalah jadinya kalau syaraf-syaraf ini putus. Satu syaraf putus akan menyebabkan jaringan yang diikutinya menjadi terganggu fungsinya.
    Pada psikis kita, amarah akan menimbulkan berbagai akibat psikologi yang membahayakan. Setelah sadar diri atau tenang kembali, biasanya seseorang yang marah akan dipenuhi rasa penyesalan terhadap perbuatannya yang tidak patut.
     Rasa penyesalan itu kadang-kadang dapat demikian mendalam, sehingga menjadi pengutukan terhadap diri sendiri, penghukuman diri, hingga depresi atau rasa bersalah yang menghantui untuk waktu yang lama. Ia mungkin tidak dapat memaafkan dirinya dan ini selanjutnya menjadi beban jiwa (sideness of soul) yang merugikan. Banyak diantara kita hidup dengan menyimpan beban jiwa di alam bawah sadar kita. Inilah yang sering menyebabkan kita sering gelisah, sedih, dan gundah. Karena sebenarnya orang yang paling bahagia adalah orang yang bisa menyukai dirinya sendiri.
Namun, layak diperhatikan bahwa menahan marah juga menjadi pemicu banyak penyakit. Sebuah studi di Amerika menjelaskan bahwa marah dan menahan marah memiliki bahaya kesehatan yang sama, meskipun berbeda tingkat keparahannya. Jadi ubah paradigm kita bahwa yang disebut marah itu hanya orang yang melotot, berteriak, atau mengumpat. Marah itu ketika dilampiaskan ataupun ditahan tetaplah namanya marah. Dan ketika Islam melarang marah tentu yang dimaksud adalah marah kedua-duanya. Pernahkah bertemu seseorang yang tampak sangat kalem, dingin, diam, tetapi ternyata tega membunuh anaknya sendiri? Nah, ini salahsatunya adalah akibat kemarahan demi kemarahan yang ditabung sedemikian rupa lalu meluap di satu titik.
Jadi solusinya satu : jangan marah. Jangan marah-marah. Jangan simpan marah
2. Mendekatkan menuju neraka
”Barangsiapa (mampu) menahan marahnya (tatkala timbul marah), Allah akan menahan siksaNya.”
Sesungguhnya marah suatu alat patri (stempel) dari neraka jahannam Allah meletakkannya dalam hati perasaan seseorang, tidakkah anda melihat seorang jika marah, merah mukanya, muram wajahnya dan tegang urat2nya.(HR.al Hakim)

 Di neraka ada pintu, yang tidak dimasuki kecuali oleh orang-orang yang memuaskan marahnya, dalam satu hal yang memurkakan Allah (HR.At Tirmidzi)
     Pada saat marah akal seolah-olah tertutup dan terhalang. Maka manusia menjadi tidak mampu mengendalikan dirinya. pada saat itulah muncul dari dalam dirinya sesuatu yang tidak terpuji, sesuatu yang membawa kepada penyesalan yang tidak berguna. Seorang ulama berkata kepada anaknya, “Hai anakku, akal tidak kokoh saat marah seperti tidak tetapnya ruh kehidupan pada tungku yang dinyalakan. manusia yang paling sedikit marahnya adalah yang paling banyak akalnya.
     Orang yang suka marah suka melakukan apa yang tidak diketahui dan tidak disadarinya, hal ini dapat menjerumuskannya kedalam perbuatan dosa. Nabi Muhammad SAW melarang setiap perkara yang menjerumuskan kedalam alasan yang hina. Sabda Beliau, “jauhkanlah dirimu dari setiap perkara yang menuntut pemberian alasan
     Marah menimbulkan banyak kesalahan serta membuat seseorang terjerumus kedalam berbagai kemaksiatan  dan keburukan. Akibatnya, ia memperoleh azab yang keras didunia maupun di akhirat.
Marah adalah pintu paling mulus bagi setan untuk mempermainkan kita. Seperti hadits diatas tadi, bahwa saat marah kita ini jadi ibarat bola yang bisa dilempar dan ditendang sekehendak setan, dan yakinlah..setan akan menendang bola itu ke neraka.
3.Menimbulkan kebencian dari orang lain terhadap kita
Selama hidup, saya tidak pernah menemukan ada orang marah yang kelihatan indah. Semua orang tidak suka dimarahi. Semua orang tidak suka berteman dengan pemarah. Bahkan semua orang pun tidak suka marah. Orang yang sering marahpun sebenarnya sangat membenci kemarahannya.
Karena kita seorang ibu, maka orang yang akan paling merasakan dampak jika kita termasuk orang yang pemarah tentu adalah anak kita
Semua orangtua pernah merasakan saat-saat ketika kemarahan naik ke ubun-ubun menghadapi ulah anak-anak. Ketika rasa marah menerpa, seringkali, yang paling ingin dilakukan adalah mengeluarkan teriakan atau bentakan keras untuk melampiaskan kemarahan itu.
Marah kepada anak adalah hal yang alami, bahkan tidak mungkin terelakkan. Tapi yang bahaya adalah saat kita kehilangan kontrol atas rasa marah itu.
Anak-anak yang memiliki orangtua yang pemarah cenderung lebih agresif dan menjauh dari orang tuanya. Ketika mereka dewasa, mereka akan kesulitan dalam masalah akademis, sosial, dan emosional. Sebagian dari mereka bahkan menderita depresi. Anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kemarahan akan mengalami kesulitan dalam karir, hubungan sosial, dan kesehatan mental.
Efek yang paling cepat dirasakan akibat kemarahan orangtua yang tidak terkontrol adalah
*Anak semakin sulit untuk diajar disiplin.*
Orangtua yang sering membentak sebenarnya menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang tidak konsisten dan tidak bisa diduga. Kedisiplinan adalah kekonsistenan. Bagaimana mungkin orangtua yang tidak konsisten bisa mengajarkan kedisiplinan pada anaknya," kata Dr. John Krawczyk, seorang psikiater anak dari Chicago.
Dr. Krawczyk juga menyatakan, "Anak-anak biasanya selalu ingin menyenangkan hati orangtua mereka. Tetapi bila mereka merasa terancam atau tidak aman (karena sering dibentak), mereka akan berhenti mencoba(untuk menyenangkan hati orangtuanya)." Dan berhati-hatilah saat anak sudah tidak peduli apakah perbuatannya, tingkah lakunya, bahkan sosok dirinya, akan menyenangkan atau menyedihkan orangtuanya.
Setidaknya, ada 3 pikiran yang  sering menjadi pemicu begitu mudah dan murahnya kita mengobral kemarahan kepada anak.
1. Anggapan adanya kesengajaan ("Anakku melakukan hal itu karena sengaja.")
2. Melebih-lebihkan situasi ("Anak ini tidak pernah mau mendengar kata-kataku")
 3. Pelabelan/memberi cap tertentu pada anak ("Anak ini memang nakal.")
Beberapa kiat yang mungkin bisa menjadi koridor kita dalam meminimalisir sifat pemarah ini:

1.           Sadari bahwa kita marah
Terutama perempuan sering sekali menipu dirinya dan tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa dirinya marah. Bisakah begitu? Contohnya bu Indah benar-benar marah saat mengetahui suaminya lupa membelikan nasi goreng pesanannya sepulang kantor. Waktu mencuci piring, bu Indah sengaja meletakkan piring dengan lebih keras agar berdenting2 mengganggu suaminya. Tapi saat ditanya oleh suaminya “ Kamu marah?”, bu Indah menjawab “Engguaaaak”. Jadi hal pertama saat kita sedang dihinggapi rasa ingin marah akuilah bahwa kita marah. Begitu banyak orang saat rasa marah mulai menjalari dirinya mereka tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam kemarahan. Ingat, merasa marah dengan tahu bahwa aku lagi marah itu sangat berbeda.
2.           Taawudz
“Andaikan seorang yang marah itu suka membaca : A`udzubillahi minasysyaithanirrajiem ( Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syetan yang terkutuk) niscaya hilang marahnya”(HR.At Thabrani)
3.           Wudhu’
“Sesungguhnya marah itu dari syaitan, dan syaitan itu dijadikan dari api, dan yang dapat memadamkan api itu hanyalah air, maka apabila seorang dalam keadaan marah, hendaklah segera wudhu`.”(HR.Ahmad dan Abu Dawud)
4.           Tidur
5.           Berubah posisi
6.           Alihkan perhatian
7.           Tawadhu’
Sifat pemarah itu berasal dari sifat sombong (ego). Lebih besar ego seseorang lebih besar sifat marahnya. Ini berkaitan pula dengan kedudukan seseorang. Kalau tinggi kedudukan seseorang, tinggi pangkatnya, banyak hartanya, banyak pengikutnya, maka akan tinggilah ego seseorang dan akan menjadi-jadilah pemarahnya. Sebaliknya jikalau kurang segalanya, maka akan kuranglah egonya dan akan kurang juga sifat pemarahnya. Jadi terkadang marah itu bisa sedemikian subur menjadi sifat kita karena dipupuk oleh kebermampuan kita, keberdayaan kita. Bandingkan, jempol kaki kita terinjak oleh tukang sayur atau terinjak oleh istri bos kita di kantor misalkan. Ini bukti bahwa kemarahan itu dekat sekali dengan kesombongan.

8.           Meluruskan tauhid
Telah berkata mujahid dalam sebuah bait syair “Takdir Allah telah putus dan putusan Allah telah terjadi. Istirahatkan hati dari kata-kata “barangkali” dan “kalau”.
Setiap klemahan dan kesalahan manusia adalah ujian untuk kita. Allah hendak melihat bagaimana sabarnya kita dan malunya kita kepada Allah dengan mengucapkan “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”.
Pernah ditanya Ahnaf bin Qais, bagaimana dia bisa istiqomah dalam sikapnya yang lemah lembut itu. Ahnaf menjawab “ Aku belajar dengan Qais bin Asim. Ia pada suatu hari sedang beristirahat, masuk pembantunya membawa panggangan besi berisi daging panggang yang masih panas. Belum sempat daging itu diletakkan di hadapan Qais, tanpa sengaja besi pemanggang yang panas itu jatuh terkena anak Qais yang masih kecil. Menjeritlah si anak kesakitan dan kepanasan sehingga meninggal dunia. Qais yang melihat peristiwa itu dengan tenang berkata kepada pembantunya yang sudah pucat menunggu hukuman yang dikiranya pasti bakal diterimanya. “Aku bukan saja tidak marah kepada kamu tetapi mulai hari ini aku membebaskan kamu.” Begitulah lembut dan pemaafnya Qais bin Asim.”kata Ahnaf mengakhiri ceritanya.
Bukannya Qais tidak menyayangi anaknya, tetapi Qais memandang segala kejadian itu adalah dari Allah. Jika dia memarahi pembantunya maka hakikatnya dia memarahi Allah. Dia ridha dengan ujian yang ditimpakan kepadanya. Tidak ada dalam kamus hidupnya perkataan “kalau” atau “barangkali”. Hatinya tidak merasa dia “tuan” karena apa yang dimilikinya dia hayati sebagai amanah Allah yang bila tiba waktunya akan diambil kembali.
Kita harus mengobati hati kita. Kita harus membuang rasa “ketuhanan’ di hati kita yang menyebebkan kita menjadi marah dengan cara terus menerus mujahadatun nafsi.
Bagaimana kalau ternyata kita memang harus marah, misalnya saat ada pelanggaran terhadap syariat Allah yang dilakukan oleh keluarga kita yang memang berada di bawah tanggungjawab kita pembinaannya. Adik kita mungkin, keponakan kita, anak kita. Atau ketika hak-hak kita dilanggar dengan sengaja oleh orang lain. Maka ada rambu-rambu yang harus kita biasakan agar kemarahan kita bisa kita tekan seminimal mungkin dampak negatifnya dan kita optimalkan positifnya. Marah ada positifnya? Ya, marah di saat yang tepat dengan porsi yang tepat . Tentu saat naudzubillah anak kita sengaja tidak sholat Subuh kita harus menunjukkan padanya bahwa kita marah atas perilakunya itu. Ingat, menunjukkan bahwa kita marah berbeda dengan sekedar marah-marah.
Sadari bahwa kita marah
Terutama perempuan sering sekali menipu dirinya dan tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa dirinya marah. Bisakah begitu? Contohnya bu Indah benar-benar marah saat mengetahui suaminya lupa membelikan nasi goreng pesanannya sepulang kantor. Waktu mencuci piring, bu Indah sengaja meletakkan piring dengan lebih keras agar berdenting2 mengganggu suaminya. Tapi saat ditanya oleh suaminya “ Kamu marah?”, bu Indah menjawab “Engguaaaak”. Jadi hal pertama saat kita sedang dihinggapi rasa ingin marah akuilah bahwa kita marah. Begitu banyak orang saat rasa marah mulai menjalari dirinya mereka tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam kemarahan. Ingat, merasa marah dengan tahu bahwa aku lagi marah itu sangat berbeda.
 Hindari kata-kata makian
Tahanlah diri kita dari mengeluarkan kata-kata yang kasar kepada siapapun. Karena hal ini tidak menyelesaikan masalah , yang terjadi adalah sakit hati dan bisa balik menyerang kita dengan kata-kata yang lebih kasar.
Jangan dilakukan di depan umum
Seandainya harus marah cukuplah kedua belah pihak yang tahu ,jangan dilakukan di depan umum karena akan menjatuhkan harga diri kita dan harga diri orang lain. Kadangkala orang tidak melihat harta atau jabatan kita namun orang akan menilai bagaimana sikap terbaik kita dalam menghadapi persoalan.
 Hindari kekerasan fisik
Kata-kata yang tidak enak didengar juga sudah membuat sakit hati. Janganlah ditambah dengan kekerasan fisik karena akan lebih menciptakan jarak sehingga persoalan lebih sulit untuk dicari jalan keluarnya.
Segera damai kembali
Jangan sampai kemarahan terus-menerus tiada habisnya. Segera akhiri kemarahan dan saling memaafkan, itu lebih menentramkan daripada menyimpan bara di hati. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa sallam bersabda : " Seorang muslim tidak dihalalkan untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, yang bila keduanya bertemu masing-masing membuang mukanya. Orang yang paling baik di antara keduanya adalah yang lebih dahulu mengucapkan salam. " ( HR. Bukhari dan Muslim ).